Abstract

Disahkannya Undang-undang Nomor 20 Tahun 1946 menambah daftar hukuman pokok dalam Pasal 10 huruf a Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) dengan pidana tutupan. Pasal ini menghadirkan opsi sanksi baru bagi Hakim untuk mengadili orang yang melakukan kejahatan yang diancam dengan hukuman penjara, karena terdorong oleh maksud yang patut dihormati. Sejarah mencatatkan pidana tutupan pernah dijatuhkan satu kali oleh Mahkamah Tentara Agung di Yogyakarta pada 1948. Penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum normatif yang dilakukan untuk mencari pemecahan masalah atas permasalahan hukum yang ada. Namun, seiring berjalannya waktu, pidana tutupan tidak pernah lagi sekalipun diterapkan di Indonesia, baik oleh badan peradilan umum maupun badan peradilan militer. Ketiadaan parameter maksud yang patut dihormati menyebabkan ketidakjelasan ukuran objektif dalam penjatuhan pidana tutupan ini. Meskipun demikian, perumus Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana berpendapat bahwa pidana tutupan dibutuhkan keberadaannya dalam hukum pidana Indonesia. Hasil penelitian ini berusaha menemukan pemaknaan maksud yang patut dihormati sebagaimana tertuang dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 1946 tentang Hukuman Tutupan dan RKUHP melalui analisis dari putusan pengadilan, dokumen-dokumen historis yang ada, serta ditunjang dengan wawancara ke pihak-pihak terkait, di samping membandingkan keberadaan ketentuan tersebut dengan ketentuan serupa di Jerman dan Jepang.

Full Text
Published version (Free)

Talk to us

Join us for a 30 min session where you can share your feedback and ask us any queries you have

Schedule a call