Abstract

Pemilihan Umum Kepala Daerah diselenggarakan secara serentak di tahun 2024. Pelaksanaan pilkada yang diselenggarakan secara serentak menyebabkan jabatan kepala daerah di beberapa daerah di Indonesia mengalami kekosongan untuk periode tahun 2022 dan tahun 2003. Untuk mengisi kekosongan tersebut, berdasarkan Pasal 22 E UUD NRI Tahnun 1945 Presiden sebagai penyelenggara pemerintahan tertiggi bertanggung jawab untuk memastikan penyelenggaraan pemerintahan di daerah tetap berjalan. Oleh karena itu, Presiden melimpahkan kewenangannya pada Kementerian Dalam Negeri untuk bertanggung jawab atas pengisian penjabat kepala daerah tersebut. Namun mekanisme pengisian kekosongan jabatan kepala daerah masih dinilai gamang, karena belum ada payung hukum yang jelas mengatur pengisian kekosongan jabatan tersebut, yang merupakan aturan delegatif dari UU Noor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada. Padahal Putusan MK Putusan No 67 / PUU- XIX/2021 mengamanatkan pada pemerintah untuk segera mengeluarkan aturan terkait mekanisme pengisian penjabat kepala daerah. Proses pengisian jabatan juga dinilai menegasikan asas demokrasi karena tidak melibatkan masyarakat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi melalui proses pemilu. Komitmen pemerintah terhadap penyelenggaraan proses pengisian penjabat kepala daerah harus ditunjukkan melalui mekanisme yang transparan dan akuntabel. Sehingga dapat memastikan bahwa proses pengisian penjabat kepala daerah bersifat netral dan tidak syarat akan kepentingan politik demi meminimalisir proses-proses yang bertentangan dengan asas demokrasi dan kedaulatan rakyat.

Full Text
Published version (Free)

Talk to us

Join us for a 30 min session where you can share your feedback and ask us any queries you have

Schedule a call