Abstract

Kode diagnosis merupakan kode dari diagnosis penyakit yang ditentukan berdasarkan ICD-10. Kode diagnosis digunakan untuk pembuatan laporan, apabila kode tidak tepat maka informasi yang dihasilkan mempunyai validitas data yang rendah. Berdasarkan hasil studi pendahuluan di Puskesmas Sentolo I Kulon Progo pada tanggal 7 Desember 2021, dari 11 sampel rekam medis diperoleh sebanyak 5 (45,4%) rekam medis dengan kode tepat dan 6 (54,6%) rekam medis dengan kode tidak tepat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui prosedur pengkodean, persentase ketepatan dan ketidaktepatan, serta faktor penyebab ketidaktepatan kode diagnosis pasien rawat jalan di Puskesmas Sentolo I Kulon Progo. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif dengan pendekatan kualitatif dan rancangan penelitian cross sectional. Populasi subjek dalam penelitian ini adalah 11 orang bidan, 9 orang perawat umum, 1 orang perawat gigi, dan 1 orang triangulasi sumber yaitu perekam medis. Populasi objek dalam penelitian ini adalah rekam medis pasien rawat jalan pada periode bulan September sampai dengan November tahun 2021 yaitu sebanyak 6.354 rekam medis. Sampel subjek dalam penelitian ini yaitu 2 bidan, 2 perawat umum, dan 1 perawat gigi serta sampel objek sejumlah 98 rekam medis rawat jalan. Hasil penelitian menunjukkan, kegiatan pengkodean diagnosis dilakukan oleh bidan dan perawat yang memberikan pelayanan di poliklinik. Kode diagnosis yang tepat sebanyak 47 rekam medis dengan persentase 47,9% dan kode tidak tepat sebanyak 51 rekam medis dengan persentase 52,1%. Ketidaktepatan pemberian kode diagnosis tersebut disebabkan karena faktor man yaitu sumber daya manusia tidak memenuhi kompetensi perekam medis, beberapa petugas belum pernah mengikuti pelatihan terkait pengkodean diagnosis, dan belum dilakukan evaluasi terkait pengkodean diagnosis, faktor money yaitu belum ada anggaran untuk pelatihan pengkodean diagnosis, faktor materials yaitu kurang optimalnya penggunaan buku ICD-10, faktor machine yaitu di SIMPUS masih terdapat kode yang hanya sampai karakter ke-3 sehingga kurang spesifik, faktor methode yaitu kurang dilakukannya sosialisasi SOP terkait sistem pengkodean diagnosis, sedangkan untuk faktor environment, puskesmas sudah memiliki ventilasi yang sesuai dengan standar Kementerian Kesehatan.

Full Text
Published version (Free)

Talk to us

Join us for a 30 min session where you can share your feedback and ask us any queries you have

Schedule a call