Abstract
Pendahuluan: Kelainan refraksi yang tidak terkoreksi merupakan penyebab terbanyak gangguan penglihatan yang dapat dihindari. Miopia merupakan kelainan refraksi yang paling sering dan prevalensinya terus meningkat sehingga menyebabkan gangguan penglihatan. Genetik dan gaya hidup akan mempengaruhi perkembangan dan hasil akhir miopia. Metode: Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif retrospektif dari pasien yang terdiagnosis miopia pada periode 1 Januari hingga 31 Desember 2020. Sebanyak 301 pasien dipilih menggunakan consecutive random sampling. Usia, jenis kelamin, tempat tinggal, kelainan refraksi, ketajaman penglihatan, derajat miopia, koreksi penglihatan terbaik, lateralisasi mata, dan penatalaksanaan ditinjau secara retrospektif. Hasil: Penelitian ini menunjukkan paling banyak terjadi gangguan refraksi bilateral (92,4%), miopia ringan (57,1%), dan diberi kacamata (99,3%). Pasien sebagian besar tidak mengalami gangguan penglihatan (70,4%), namun masih terdapat kebutaan (3,7%). Koreksi terbaik menunjukkan peningkatan pada kelompok tanpa gangguan penglihatan (92,7%), namun terdapat kebutaan yang tidak dapat dikoreksi (0,7%) yang berhubungan dengan ablasi retina, katarak, dan ambliopia. Kesimpulan: Pada penelitian ini terdapat peningkatan jumlah pasien tanpa gangguan penglihatan sebesar 22% setelah diberikan alat bantu kacamata. Selain itu terdapat 36,9% pasien yang belum pernah memakai kacamata sebelumnya dan 42,5% pasien berasal dari luar kota bandung. Hal ini menunjukkan bahwa masih kurangnya akses dan pelatihan untuk kesehatan mata terutama pada daerah terpencil sehingga banyak pasien dengan kelainan refraksi yang tidak terkoreksi harus menempuh jarak yang cukup jauh untuk mendapatkan alat bantu.
Published Version
Talk to us
Join us for a 30 min session where you can share your feedback and ask us any queries you have