Abstract

Tulisan ini bertujuan mengkaji urgensi fatwa dan sidang isbat dalam penentuan awal bulan Kamariah di Indonesia. MUI telah mengeluarkan Fatwa MUI Tahun 1981 dan Fatwa MUI No. 2 Tahun 2004 yang berisi tentang penetapan awal Ramadhan, Syawal dan Dzulhijjah dimana seluruh umat Islam di Indonesia wajib mentaati ketetapan Pemerintah yang dilakukan melalui sidang isbat. Namun, masih banyak yang tidak mentaati ketetapan Pemerintah tersebut. Penelitian ini menjawab dua rumusan masalah. Pertama, bagaimana urgensi dari Fatwa MUI dan Sidang Isbat dalam penetapan awal bulan Kamariah di Indonesia? Kedua, seberapa besar kontribusi dari Fatwa MUI dan Sidang Isbat dalam menyatukan awal bulan Kamariah di Indonesia? Metode deskriptif analitis dengan pendekatan fikih falak digunakan untuk menjawab kedua rumusan masalah tersebut. Penelitian ini menghasilkan dua temuan. Pertama, Urgensi dari Fatwa MUI dan Sidang Isbat adalah sebagai bentuk tanggung jawab ulama dan pemerintah kepada masyarakat Indonesia untuk menciptakan kebersamaan, memberikan kepastian pendapat, meminimalkan perbedaan dan konflik. Kedua, Fatwa MUI menjadi langkah dan pijakan awal bagi pemerintah untuk menetapkan kriteria awal bulan Kamariah (MABIMS dan Neo MABIMS). Sidang Isbat menjadi forum wadah untuk menghimpun berbagai informasi baik hasil hisab maupun laporan. Keduanya berkontribusi dalam upaya mewujudkan kemaslahatan yaitu kebersamaan waktu ibadah.

Full Text
Published version (Free)

Talk to us

Join us for a 30 min session where you can share your feedback and ask us any queries you have

Schedule a call