Abstract

Gerak tubuh layaknya tawuran, dengan memainkan tangan dan kaki, saling mendorong tubuh antar pelaku, serta ditemukannya kasus luka-luka hingga kematian, menjadikan moshing masih dipandang sebagai suatu hal yang negatif, terlebih bagi masyarakat awam. Penelitian ini berusaha menjawab ketidaktahuan akan latar belakang moshing dan memahami mengenai moshing yang digunakan sebagai bentuk komunikasi pemuda penyintas musik hardcore dengan menggunakan pendekatan fenomologi, sekaligus pendekatan studi kepemudaan berupa emic approach. Didapatkan hasil bahwa moshing hadir dengan beragam jenis seperti two-step, violence dance, wall of death, stage dive, crowd killer, dan pogo, yang juga telah digolongkan menjadi hardcore positif dan negatif berdasarkan latar belakang tiap band hardcore. Bagi pemuda di Kota Malang, moshing mampu memberikan ruang bebas dalam mengekspresikan suasana hati ketika terdapat masalah, rasa jenuh dan lelah setelah berkegiatan penuh; ajang having fun untuk melampiaskan aura negatif menjadi aura positif; serta kepuasan batin berlebih dalam menikmati musik hardcore. Dengan begitu, tidak selamanya moshing menjadi hal yang negatif jikalau memposisikan diri sebagai pelaku di dalamnya.Kata Kunci: hardcore; moshing; pemuda; subkultur

Full Text
Published version (Free)

Talk to us

Join us for a 30 min session where you can share your feedback and ask us any queries you have

Schedule a call