Abstract

Accurate vital statistics can be used to formulate health programs and policies. The problem is the overlapping and fragmented data sources in several agencies that record data on deaths and causes of death. The Indonesia’s One Data policy was created to organize the data generated by each agency that performs public data collection, recording and reporting. The purpose of this study is to examine the challenges of implementing the Indonesia’s One Data policy in the registration system of deaths and causes of death in DKI Jakarta Province. Data analysis uses the World Wide Web Foundation's framework of data openness, including legal frameworks, political barriers, coordination, and data quality. This study found that there are many regulations regarding data integration, but there are still overlaps in the recording and reporting systems. Coordination between agencies and political egos of each agency affect the quality of the data produced. In conclusion, weak coordination and sectoral political egos are still obstacles to implementing the One Data Indonesia policy. This study suggests eliminating data fragmentation and conducting data interoperability so that it is more accurate to use as a basis for policymaking.
 Abstrak
 Statistik hayati kematian dan penyebab kematian yang akurat dapat dimanfaatkan sebagai dasar penyusunan program dan kebijakan kesehatan berbasis bukti. Permasalahan yang ada adalah sumber data yang tumpang tindih dan terfragmentasi di beberapa instansi yang melakukan fungsi pencatatan data kematian dan penyebab kematian. Kebijakan Satu Data Indonesia dibuat untuk mengorganisir data yang dihasilkan oleh setiap instansi yang melakukan pengumpulan, pencatatan dan pelaporan data publik. Tujuan penelitian ini mengkaji gambaran tantangan implementasi kebijakan Satu Data Indonesia pada sistem pencatatan kematian dan penyebab kematian di Provinsi DKI Jakarta. Analisis data menggunakan teori menurut World Wide Web Foundation tentang keterbukaan data yang terdiri dari variabel legal framework, political barriers, koordinasi, serta kualitas data. Hasil penelitian ini menemukan dari sisi regulasi telah banyak diatur tentang integrasi data, tetapi masih ada tumpang tindih sistem pencatatan dan pelaporan. Koordinasi antar instansi dan ego politik masing-masing instansi berpengaruh pada kualitas data yang dihasilkan. Kesimpulannya, hambatan koordinasi dan ego politik sektoral masih menjadi kendala dalam pelaksanaan kebijakan Satu Data Indonesia. Penelitian ini menyarankan untuk membuka fragmentasi data dan melakukan koordinasi interoperabilitas data sehingga data yang dihasilkan lebih akurat untuk digunakan sebagai dasar pembuatan kebijakan.

Full Text
Published version (Free)

Talk to us

Join us for a 30 min session where you can share your feedback and ask us any queries you have

Schedule a call