Abstract

Pasal 44B Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP) yang telah mengalami dua kali perubahan ternyata berpotensi menimbulkan kewenangan ganda mengingat asas oportunitas yang hanya dimiliki oleh Kejaksaan tidak selayaknya diatur dalam lex specialist di bidang perpajakan. Berdasarkan metode yuridis normatif yang pengumpulan datanya berasal dari bahan hukum primer, sekunder, dan tersier, studi ini menghasilkan dua kesimpulan. Pertama, penghentian penuntutan dalam tindak pidana di bidang perpajakan di Indonesia melekat pada UU Kejaksaan, bukan pada Pasal 44B UU KUP. Kedua, pengaturan yang ideal terkait penghentian penuntutan dalam tindak pidana di bidang perpajakan berdasarkan asas oportunitas sebagaimana diatur dalam Pasal 30, Pasal 30C, dan Pasal 35 UU Kejaksaan, tidak boleh didasarkan pada Pasal 44B UU KUP. Perlu Peraturan Pemerintah dan/atau Peraturan Jaksa Agung yang harus diterbitkan oleh Kejaksaan dalam hal penanganan perkara tindak pidana perpajakan terkait penuntutan dan pra penuntutan dalam rangka pemulihan kerugian pada pendapatan negara, mengingat masih terdapatnya ketidakseragaman penafsiran dan/atau ketidaklengkapan peraturan perundang-undangan perpajakan dan hukum acara yang berlaku.

Full Text
Published version (Free)

Talk to us

Join us for a 30 min session where you can share your feedback and ask us any queries you have

Schedule a call