Abstract

Balian used to be a Customary Institution that organizes all life of the village community in the Meratus Mountains, including managing the village by upholding the local wisdom. Since the New Order, the paradigm of “the state-enters-the village” governs villages through its set of legislation in the governmentality scheme. Behind the shield of will to improve (KAT empowerment) as a media of discursive power (Li, 2007), the government reshape all social order and local indigenous social governance to “obey” to one formal rule. Unconsciously or intentionally, that governmentality has triggered a shift in local indigenous governance from the basis of local wisdom to the basis of modern governance, with the risk of a shift in the legitimacy of Balian’s power vis-à-vis its community. This study is built on Foucault’ theory of governmentality (1982) and Li’s will to improve (2007). The research method used in this study was a qualitative descriptive method by collecting data, in-depth interviews, and participatory observation. The shift led the role and function of the Balian to be no longer the sole holder of local governance with a local wisdom approach. In the current local governance, it is held by the Village Government, the Sub-District Customary and Balian’s Heads. The shifts that also occurred in the community included the shifting of traditional culture in selling rice which was once considered a taboo to be a commonplace thing and the tendency of the community to resolve conflicts with government institutions rather than the customary or Balian’s Heads.

Highlights

  • PENDAHULUAN Indonesia dikenal sebagai Negara consists of many cultures yang terdiri dari berbagai ras, keberagaman, serta adat istiadat yang berlaku pada setiap daerah

  • Tentang Perlindungan dan PengelolaanNegara. Negara-Negara berkembang: teori masyarakat prismatis. Depok: Rajawali Pers. Sugiyono. (2007). Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta. Administratif. Bandung: Alfabeta. Suryono, Agus. (2012). Birokrasi dan Kearifan Lokal. Malang: Universitas Brawijaya Press. Administrasi

Read more

Summary

Pergeseran Legitimasi Balian Dalam Local Indigenous Governance

Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, hal ini membuat perubahan pendekatan pembangunan desa dari governmentality ke kekuatan pasar. Mendefinisikan Desa sebagai kesatuan masyarakat hukum yang memiliki kewenangan untuk mengatur dan mengurus kepenting-an masyarakat setempat berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui dalam sistem pemerintahan nasional dan berada di daerah kabupaten. Walaupun diberikan wewenang kepada Pemerintah Daerah untuk mengatur otonomi daerahnya masing-masing, akibat dari skema governmentality yang diterapkan Orde Baru masih terasa, sehingga pergeseran legitimasi Balian terhadap masyarakat desa masih terjadi. Permasalahan penelitian merujuk pada pergeseran legitimasi kuasa Balian setelah diterapkanya paradigma “Negaramasuk-desa” dan adanya undang-undang yang mengatur desa menjadi skema governmentality. Dengan adanya skema governmentality yang bertujuan pemberdayaan komunitas adat terpencil membuat pergeseran legitimasi Balian sebagai local governance, padahal Balian dapat menjadi jalan untuk mengatasi konflik dalam masyarakat. Apa dampak dari pergeseran legitimasi Balian setelah diterapkannya paradigma “Negara-masuk-desa”?

KAJIAN LITERATUR Definisi dan Lingkup Local Indigenous Governance
HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Lokasi dan Subjek Penelitian
Pergeseran Legitimasi Balian dalam
Didalam governance di Desa Hinas
Dampak Pergeseran Legitimasi Balian dalam Local Indigenous Governance
KESIMPULAN Simpulan
Dalam governance sekarang di Desa Hinas
Lokal Di Kabupaten Hulu
Tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Full Text
Published version (Free)

Talk to us

Join us for a 30 min session where you can share your feedback and ask us any queries you have

Schedule a call