Abstract

Problematika ujaran kebencian di Indonesia semakin merayap, menciptakan tantangan kompleks dalam hubungan antara pemerintah dan rakyat, terutama melalui media baru. Saatnya bagi pemerintah untuk menjalin komunikasi yang harmonis dengan masyarakat melalui new media, namun realitasnya seringkali tidak sesuai harapan. Dalam konteks ini, penelitian ini bertujuan untuk memahami bagaimana fenomena ujaran kebencian terhadap Presiden Jokowi berkembang di media sosial dan bagaimana penanganannya oleh Tim Komunikasi Presiden (TKP) serta Kantor Staf Presiden (KSP) Republik Indonesia.Metode penelitian menggunakan pendekatan kualitatif dengan studi kasus mendalam. Data diperoleh melalui observasi, wawancara, dan dokumentasi. Teori konvergensi simbolik Ernest Boorman digunakan untuk memahami pertukaran pesan yang mempengaruhi pemahaman kolektif. Konsep ujaran kebencian, media sosial, dan netizen juga digunakan.Hasil analisis menunjukkan bahwa TKP dan KSP merespons ujaran kebencian dengan memberikan kontra narasi dan klarifikasi kepada publik melalui media mainstream dan sosial. Mereka juga berperan dalam menyampaikan informasi yang benar mengenai kebijakan pemerintah dan situasi di lingkungan istana. Penelitian ini menyimpulkan bahwa penanganan dilakukan melalui klarifikasi langsung oleh presiden serta penyampaian kontra narasi melalui media sosial atau konferensi pers oleh KSP. Ini adalah langkah-langkah yang diambil untuk menjaga integritas pemerintahan dan meminimalkan dampak negatif dari ujaran kebencian

Full Text
Published version (Free)

Talk to us

Join us for a 30 min session where you can share your feedback and ask us any queries you have

Schedule a call