Abstract
Setelah perceraian, pemenuhan hak nafkah anak kerap terabaikan meskipun telah diatur dalam Pasal 41 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi dan menjelaskan faktor-faktor yang menyebabkan ayah tidak memenuhi kewajiban nafkah anak pasca perceraian di Nagari Aua Kuniang, serta upaya yang dilakukan oleh ibu untuk memastikan anak yang diasuhnya tetap menerima nafkah. Metode yang diterapkan dalam studi ini adalah yuridis empiris, dengan mengumpulkan data melalui penelitian lapangan, seperti wawancara dengan informan sebagai data primer, serta kajian pustaka sebagai data sekunder. Data yang diperoleh dianalisis menggunakan metode kualitatif. Hasil penelitian mengungkapkan bahwa terdapat sejumlah faktor yang menjadi penyebab ayah tidak memenuhi kewajiban memberikan nafkah anak pasca perceraian di Nagari Aua Kuniang, Kecamatan Pasaman, Kabupaten Pasaman Barat, Provinsi Sumatera Barat. Faktor-faktor tersebut mencakup beban tambahan yang muncul setelah ayah menikah lagi, kesalahpahaman terkait sistem matrilineal dalam Hukum Adat Minangkabau, kesulitan ekonomi, kurangnya kepercayaan ayah terhadap ibu, minimnya komunikasi antara ayah dan anak, serta ketidaktahuan ibu dan anak mengenai keberadaan ayah. Penelitian ini menyimpulkan bahwa diperlukan regulasi khusus dan penegakan hukum yang lebih tegas untuk memastikan hak nafkah anak terpenuhi. Pemerintah dan lembaga adat disarankan untuk menetapkan sanksi bagi ayah yang melalaikan kewajibannya. Implikasi penelitian ini menekankan pentingnya sinergi antara hukum negara dan hukum adat dalam melindungi hak anak, serta peningkatan kesadaran masyarakat untuk mendukung implementasi kebijakan tersebut.
Published Version
Talk to us
Join us for a 30 min session where you can share your feedback and ask us any queries you have