Abstract
Neocolonialism in third-world countries persists in the form of human and environmental oppression. This oppression serves the capitalist agenda through large corporations. This research aims to expose the colonial narratives perpetuated by capitalists and states as reflected in Indonesian literary works. The formal framework adopted in this study is the perspective of Postcolonial Ecocriticism by Graham Huggan and Helen Tiffin, with the material objects of analysis being two literary works: "Tanggal Tujuh Belas Tanpa Tahun" by Triyanto Triwikromo and the short story "Teluk Nyomit" by Korrie Layun Rampan. The study seeks to elucidate the position of literature and its relationship with developmental discourse in modern society, and to examine its vulnerability to abuses of power wielded by state apparatus. Additionally, this article examines the faces of oppression faced by indigenous communities and the environment under capitalist systems. The research employs the Critical Discourse Analysis approach by Fairclough. The findings demonstrate that literature plays aesthetic, advocacy, and activist roles in unraveling oppression depicted in Indonesian literary works, portraying indigenous communities in both narratives as marginalized and displaced from their ancestral lands.(Neokolonialisasi di negara ketiga senantiasa terus berlangsung dalam bentuk penindasan manusia dan lingkungan. Bentuk penindasan ini mengarah ke tujuan kapitalisme melalui perusahaan-perusahaan besar. Penelitian ini hendak membongkar narasi kolonial yang dilakukan oleh pemilik modal dan negara yang termuat dalam karya sastra Indonesia. Objek formal yang digunakan dalam penelitian ini adalah perspektif Postcolonial Ecocriticism Graham Huggan dan Helen Tiffin, sedangkan objek materialnya menggunakan dua karya sastra, yang masing-masing berjudul “Tanggal Tujuh Belas Tanpa Tahun” karya Triyanto Triwikromo dan cerpen berjudul “Teluk Nyomit” karya Korrie Layun Rampan. Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan posisi sastra dan kaitannya dengan wacana pembangunan dalam masyarakat modern serta melihat keterpengaruhannya dari abuse of power yang digunakan oleh perangkat negara, selain itu, artikel ini juga hendak melihat wajah penindasan masyarakat adat dan lingkungan yang dilakukan oleh sistem kapitalisme. Metode penelitian yang digunakan adalah pendekatan Analisis Wacana Kritis Fairclouh. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sastra memiliki peran estetika, advokasi, dan aktivisme dalam membongkas penindasan yang termuat dalam karya sastra Indonesia, dan masyarakat adat dalam kedua cerpen ditampilkan dalam potret yang tersisih dan terusir dari tanahnya sendiri.)
Published Version
Talk to us
Join us for a 30 min session where you can share your feedback and ask us any queries you have