Abstract
The interpretation of Surah al-Kafirun today is found to be a little disturbing for religious people, both among religions and between religious communities. Especially after the largest Islamic organization in Indonesia, namely Nahdatul 'Ulama which issued bahtsul masail results about non-Muslims who are not infidels. Netizens are busy blaspheming and identifying non-Muslims as not even infidels to the point of stating that the meaning of the letter al-Kafirun today is no longer relevant. To answer this question, the author compiles Roland Barthes' theory of semiotics into this letter of al-Kafirun. The author interprets this letter of al-Kafirun using two levels of semiotics. The first level of semiotics analyzes linguistics or language. Meanwhile, the second level semiotics analyzes the connotative meaning in the text by revealing the mythical characteristics of the verse as stated in Roland Barthes' semiotic theory.
Highlights
Abstrak Penafsiran surat al-Kāfirūn dewasa ini dijumpai sedikit meresahkan umat beragama, baik sesama agama maupun antar umat beragama
The author interprets this letter of al-Kāfirūn using two levels of semiotics
The second level semiotics analyzes the connotative meaning in the text by revealing the mythical characteristics of the verse as stated in Roland Barthes' semiotic theory
Summary
Justifikasi kafir yang dikeluarkan oleh sesama umat beragama atau terhadap antar umat beragama dalam kehidupan saat ini selalu menodong pada satu paham sarkasme propaganda yang berakibat meregangnya semangat toleransi di dalamnya. Al-Kāfirūn, sehingga sangat perlu adanya upaya penafsiran kembali surat al-Kāfirūn untuk menutup celah terhadap keregangan toleransi dalam beragama. Penyimpangan keyakinan dalam menafsirkan kafir pada surat al-Kāfirūn dewasa ini dianggap sudah tidak relavan lagi. Penyimpangan penafsiran kafir yang dimaksudkan oleh netizen di atas merupakan bentuk tudingan penafsiran surat al-Kāfirūn telah membabibuta terhadap keyakinan umat Islam dalam kerukunan bernegara yang hidup berdampingan dengan agama-agama lainnya. Penafsiran tidak hanya dilakukan dalam tingkatan linguistik atau bahasa, tetapi dilakuan lebih mendalam dengan pembacaan pesan di balik makna literalnya dengan memanfaatkan teori semiotika Roland Barthes. Cara kerja analisa semiotika Roland Barthes dalam menafsirkan surat al-Kāfirūn bertolak dari struktur gramatikal kebahasaan sebagai semiotika tahap awal untuk menggali makna lebih dalam (baca: makna konotasi). Melalui semiotika Roland Barthes, penafsiran surat al-Kāfirūn dapat masuk lebih dalam lagi untuk menemukan konsep mitos (baca: mangusung makna konotasi dalam teks). Mitos yang ditawarkan Barthes mengungkapkan makna terdalam dalam sebuah tanda yang berangkat dari pemikiran Ferdinand de Saussure tentang konsep penanda (signifer) dan petanda (signifed) yang kemudian menghasilkan tanda itu sendiri (sign) (Barthes, 2017:19)
Talk to us
Join us for a 30 min session where you can share your feedback and ask us any queries you have
More From: Jalsah : The Journal of Al-quran and As-sunnah Studies
Disclaimer: All third-party content on this website/platform is and will remain the property of their respective owners and is provided on "as is" basis without any warranties, express or implied. Use of third-party content does not indicate any affiliation, sponsorship with or endorsement by them. Any references to third-party content is to identify the corresponding services and shall be considered fair use under The CopyrightLaw.