Abstract
Penelitian ini dilatarbelakangi oleh perubahan sosial dan budaya dalam masyarakat Hindu Bali yang mengakibatkan penyempitan makna konsep menyama braya, dari “semua manusia adalah saudara” menjadi terbatas pada komunitas Bali atau Hindu Bali. Pergeseran ini menimbulkan tantangan, khususnya bagi perempuan Hindu Bali. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengkaji kecemasan sosial yang dialami perempuan Hindu Bali dalam menjalankan menyama braya serta memahami bagaimana mereka beradaptasi dengan perubahan tersebut. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif deskriptif dengan data yang dikumpulkan melalui wawancara semi-terstruktur. Tiga narasumber perempuan Hindu Bali berusia 18-40 tahun yang telah menikah dipilih berdasarkan keterlibatan mereka dalam aktivitas adat dan tanggung jawab sosial yang berkaitan dengan menyama braya. Data dianalisis menggunakan model Miles dan Huberman serta software NVivo 14. Hasil menunjukkan bahwa perempuan Hindu Bali mengalami kecemasan sosial, terutama dalam interaksi dengan komunitas adat, karena tekanan memenuhi peran gender tradisional dan tugas adat yang membebani. Kecemasan ini dipicu oleh kekhawatiran terhadap penilaian negatif dari komunitas jika mereka gagal memenuhi ekspektasi sosial. Penelitian ini menemukan bahwa perempuan Hindu Bali memiliki peran penting dalam menjaga tradisi melalui kegiatan keagamaan dan sosial, termasuk menyama braya. Meskipun mereka menghadapi kecemasan akibat ekspektasi tradisional, dukungan keluarga terutama dari ibu mertua dan kandung, membantu mengurangi tekanan ini. Usia dan pengalaman juga memengaruhi kemampuan mereka mengelola kecemasan, dengan perempuan yang lebih tua cenderung lebih mampu menghadapi tantangan sosial. Penelitian ini menyoroti pentingnya mempertimbangkan konteks budaya dan gender dalam memahami kecemasan sosial serta menyarankan peningkatan dukungan sosial dan penelitian lanjutan.
Published Version (Free)
Talk to us
Join us for a 30 min session where you can share your feedback and ask us any queries you have