Abstract
Seiring dengan perubahan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang perkawinan, batas usia minimal perkawinan diubah menjadi 19 tahun baik untuk laki-laki maupun perempuan. Namun, masih ada peluang untuk mendapatkan dispensasi nikah melalui Pengadilan Agama, terutama dalam situasi yang dianggap sangat mendesak. Hakim perlu berpikir bijak dan mempertimbangkan segala alasan yang diajukan dalam permohonan penetapan dispensasi perkawinan dan dampak sosial yang mungkin terjadi jika dispensasi tersebut dikabulkan. Penelitian ini menerapkan metode empiris dengan memperoleh data primer melalui wawancara dan data sekunder melalui studi pustaka. Artikel ini mengulas bagaimana hakim di Pengadilan Agama Batam menerapkan dispensasi nikah, termasuk pertimbangan yang mereka buat dalam mengambil keputusan. Pertimbangan hukum adalah inti dari keputusan hakim, yang melibatkan analisis, argumen, dan menarik kesimpulan hukum. Artikel ini memberikan wawasan tentang bagaimana dispensasi perkawinan diatur dan dilaksanakan di Pengadilan Agama Batam, dengan penekanan pada peran dan pertimbangan hakim dalam membuat keputusan yang mempengaruhi kehidupan pernikahan di Indonesia.
Talk to us
Join us for a 30 min session where you can share your feedback and ask us any queries you have
Similar Papers
Disclaimer: All third-party content on this website/platform is and will remain the property of their respective owners and is provided on "as is" basis without any warranties, express or implied. Use of third-party content does not indicate any affiliation, sponsorship with or endorsement by them. Any references to third-party content is to identify the corresponding services and shall be considered fair use under The CopyrightLaw.