Abstract

Krisis tahun 1997 merupakan gambaran tingginya kenaikan inflasi di Indonesia. Fenomena inflasi saat itu mencapai 82,40% (Anas, 2006). Awal pertengahan tahun 1998 juga mengalami pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar. Kondisi perekonomian yang stabil merupakan dambaan setiap negara dibandingkan dengan keadaan perekonomian yang selalu berfluktuasi. Stabilitas perekonomian akan menciptakan suasana perekonomian yang kondusif. kondisi iklim yang stabil dalam tingkat kesejahteraan yang diharapkan adalah tujuan di setiap negara. Salah satu upaya menjaga stabilitas ekonomi adalah melalui kebijakan moneter. Misalnya dengan pertumbuhan ekonomi, menjaga stabilitas harga (inflasi), pencapaian neraca pembayaran dan pengurangan pengangguran (Natsir, 2008). Stabilitas sistem keuangan suatu negara di antaranya tercermin dari adanya stabilitas harga, dalam artian terdapat harga yang tinggi yang dapat merugikan masyarakat, baik konsumen maupun produsen yang akan merusak sendi-sendi perekonomian. Namun dalam pelaksanaan kebijakan tersebut, Bank Indonesia sebagai otoritas moneter menggunakan variabel moneter seperti suku bunga dan jumlah uang beredar untuk mengatasi guncangan ekonomi seperti inflasi. Selain itu perlunya peran pemerintah dalam menjaga rupiah agar tidak terjadi gejolak dalam perekonomian. Pentingnya pengendalian inflasi didasarkan pada pertimbangan bahwa inflasi yang tinggi dan tidak stabil berdampak negatif terhadap kondisi sosial ekonomi masyarakat. Diantaranya inflasi yang tinggi akan menyebabkan turunnya pendapatan riil masyarakat sehingga taraf hidup masyarakat turun dan pada akhirnya membuat setiap orang terutama yang miskin semakin miskin. Dari salah satu dampak inflasi yang begitu luas akan berdampak tuntutan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan semakin sulit. Mereka terus meneruskenaikan harga yang diimbangi dengan peningkatan pendapatan masyarakat, dapat dipastikan keadaan Indonesia akan semakin terpuruk. Akibatnya banyak kebutuhan masyarakat yang tidak dapat dipenuhi, sehingga banyak hal yang harus dipenuhi dengan cara kredit. Banyaknya kebutuhan masyarakat yang harus dipenuhi akan menimbulkan peluang yang luas bagi perbankan untuk menawarkan kredit yang siap tersedia untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Ketiga objek penelitian di atas (inflasi, kemiskinan, dan kredit) apakah berpengaruh terhadap stabilitas sistem keuangan? Dalam penelitian ini menggunakan data sekunder dari Badan Pusat Statistik (BPS) dan Bank Indonesia (BI) dengan data time series dari tahun 2007-2015. Proses analisis data dilakukan dengan menggunakan regresi OLS dengan Eviews 8.0. Berdasarkan penelitian, jika hanya uji parsial variabel kemiskinan berpengaruh signifikan terhadap stabilitas sistem keuangan sebesar 2,023 dengan α = 10%. Sedangkan dua variabel lainnya (inflasi dan kemiskinan) tidak signifikan terhadap stabilitas sistem keuangan, sedangkan dua variabel lainnya (inflasi dan kemiskinan) tidak signifikan terhadap stabilitas sistem keuangan. Sedangkan nilai R-Square (0.629900), menunjukkan bahwa ketiga variabel independen/bebas yang terdiri dari inflasi, kemiskinan dan kredit secara simultan berpengaruh yang membuat stabilisasi sistem keuangan meningkat atau menurun. Artinya secara bersama-sama variabel independen (inflasi, kemiskinan dan pinjaman) berkontribusi/ pengaruh sebesar 62,9% terhadap stabilitas sistem keuangan.

Full Text
Published version (Free)

Talk to us

Join us for a 30 min session where you can share your feedback and ask us any queries you have

Schedule a call