Industri konstruksi dan bangunan bertanggung jawab atas lebih dari 35% konsumsi energi di dunia dan menghasilkan hampir 40% emisi gas rumah kaca seperti CO2. Emisi CO2 berasal dari konsumsi energi bangunan dimana lebih dari 65% yang masih bersumber dari bahan bakar fosil. Near Zero-Energy Building (nZEB) adalah sistem bangunan yang memiliki efisiensi energi tinggi dan dapat menghasilkan listrik secara mandiri dari sumber energi terbarukan, sehingga mengurangi biaya operasional dari tagihan listrik tahunan secara signifikan di dalam umur pakainya. Pembangunan berkonsep ini akan menambah biaya konstruksi awal untuk penerapan desain hemat energi dan sistem pembangkit energi terbarukan pada bangunan. Kelayakan finansial bangunan dengan desain seperti ini diukur dengan metode analisis Life Cycle Cost yang juga memperhitungkan biaya operasional sepanjang umur pakainya. Insentif energi terbarukan merupakan faktor penting dalam analisis kelayakan finansial karena insentif ini secara langsung mengurangi biaya operasional (biaya listrik tahunan) bangunan. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) telah menerbitkan peraturan baru mengenai besaran insentif yang diberikan kepada pemilik bangunan yang memasang pembangkit listrik dari sumber terbarukan. Perlu ada kajian mengenai dampak finansial dari diterbitkannya peraturan baru ini terhadap nilai finansial nZEB sebagai sebuah sistem bangunan utuh yang terintegrasi dengan pembangkit energi dari sumber terbarukan, terutama bangunan pemukiman padat. Tujuan dari penelitian ini adalah membandingkan kelayakan finansial nZEB yang menggunakan peraturan tahun 2013, dengan Peraturan Kementerian ESDM no. 49 tahun 2018, pada bangunan pemukiman padat berkonsep desain nZEB. Penelitian ini menemukan nilai kelayakan finansial konsep desain nZEB di bawah peraturan insentif tahun 2013 lebih besar daripada di bawah peraturan tahun 2018.