The Prophet's hadith has provided information about infectious epidemics and how to handle them, namely by saying prayers to avoid the plague, staying away from those who are sick like running when they find a lion in front of them, isolating and locking down areas affected by the plague, and the promise of a large reward equivalent to death martyrdom for those affected by infectious diseases. As a source of Islamic teachings, this hadith can be understood and brought to the present context, namely the Covid-19 outbreak. The integration-interconnection paradigm initiated by Amin Abdullah made it necessary to understand the hadith of infectious diseases in a humanist way and prioritize humanity. It is the obligation of Muslims to pray to avoid illness. Still, on the other hand, if infected, serious medical treatment is necessary, and those who are healthy do not approach them but must keep their distance and wear a mask. This method is more effective if those infected with the disease isolate themselves within the specified time not to infect the healthy ones. The rewards of martyrdom are for those who die, whether patients or medical personnel and those who are healthy because they also participate in jihad with their souls and assets to reduce and prevent wider disease transmission, one of which is by obeying the PSBB rules. Through Amin Abdullah's integration-interconnection paradigm, the hadith about Covid-19 is understood as a disaster or destiny and a trigger for the development of science, especially in medic and virology.Hadis Nabi telah memberikan informasi tentang wabah menular dan penanganannya, yaitu dengan memanjatkan doa agar terhindar dari wabah tersebut, menjauhi mereka yang sakit seperti lari ketika mendapati singa di depannya, melakukan isolasi dan lockdown daerah yang terkena wabah, serta janji pahala yang besar setara dengan mati syahid bagi mereka yang terkena penyakit menular. Sebagai salah satu sumber ajaran Islam, hadis tersebut tentunya dapat dipahami dan dibawa pada konteks kekinian, yaitu wabah Covid-19. Paradigma integrasi-interkoneksi yang digagas oleh Amin Abdullah meniscayakan pemahaman atas hadis penyakit menular tersebut dengan cara yang humanis dan mengedepankan kemanusiaan. Kewajiban Muslim untuk berdoa agar terhindar dari penyakit, namun di sisi lain, jika tertular maka perlu dilakukan penanganan serius secara medis, dan yang sehat tidak mendekatinya, melainkan harus menjaga jarak dan menggunakan masker. Cara ini semakin efektif jika mereka yang terinfeksi penyakit mengisolasi diri dalam waktu yang ditentukan agar tidak menularkan pada yang sehat. Pahala syahid bagi mereka yang meninggal, baik pasien atau tenaga medis, begitupun bagi mereka yang sehat karena mereka juga turut berjihad dengan jiwa dan hartanya mengurangi dan mencegah penularan penyakit yang lebih luas, salah satunya dengan mentaati aturan PSBB. Melalui paradigm integrasi-interkoneksi Amin Abdullah, hadis tentang Covid-19 tidak hanya dipahami sebagai musibah atau takdir, melainkan juga sebagai pemicu pengembangan ilmu pengetahuan khususnya di bidang kedokteran dan virology.