Trade Facilitation Agreement WTO merupakan langkah maju yang penting dalam sistem perdagangan internasional dan memberikan harapan baru bagi relevansi WTO. TFA adalah perjanjian multilateral pertama sejak pembentukan WTO pada tahun 1995 dan mencakup inisiatif baru untuk membantu negara-negara berkembang membangun kapasitas sambil juga menangani masalah peraturan di antara anggota WTO. TFA harus ditafsirkan dengan benar, ini adalah kombinasi dari langkah-langkah peningkatan kapasitas, fokus pada peningkatan teknologi dan persyaratan politik, termasuk kebijakan masing-masing negara, yang diperlukan untuk mengelola perdagangan luar negeri. Kehadiran asam lemak trans juga diduga dapat mengurangi biaya perdagangan lintas batas, sekaligus meningkatkan perdagangan dengan negara berkembang dan memungkinkan anggota WTO untuk mengelola arus perdagangan dengan lebih baik melalui proses harmonisasi dan regulasi politik. Artikel ini mengkaji tentang teori hukum dan asas serta aturan yang berkaitan dengan hukum dagang internasional dengan menggunakan metode analisis normatif kualitatif. Penulis menganalisis permasalahan yang berkaitan dengan pengoperasian perjanjian fasilitasi perdagangan di dalam WTO dan implementasinya di Indonesia. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa: Pertama, pelaksanaan kebijakan perdagangan internasional yang berbasis pada keberadaan asam lemak trans di Indonesia memiliki dampak yang signifikan dan penting bagi perdagangan internasional, khususnya yang berkaitan dengan anggota WTO, termasuk Indonesia. Kedua, pengaturan normatif TFA di Indonesia diatur oleh beberapa undang- undang, baik undang-undang maupun keputusan presiden, sehingga pelaksanaan keberadaan TFA berdampak pada pengendalian perdagangan luar negeri dan kebijakan ekspor-impor.
Read full abstract