Abstract

Abstrak: Individualis adalah diksi yang tidak terbantahkan dalam kehidupan era modern, akibatnya manusia menjadi terasing dari antropologis sosialnya. Di tengah narasi yang demikian, hadir pasar spiritualitas yang dijual bebas dengan menjanjikan pil penyembuhan. Beragam pil itu mengatasnamakan ajaran tasawuf, seperti riset peneliti Australia, Julia D Howell tentang tasawuf urban. Ia tidak membedakan secara tegas antara tasawuf dan gairah keagamaan yang tidak memiliki akar pada tasawuf. Kegagalan inilah yang menjadi pemantik untuk meresponnya dengan menghadirkan kesadaran spiritual melalui para guru sufi, yakni tarekat yang sudah mapan di perkotaan seperti tarekat Qadiriyah wa Naqsabandiyah dengan murshidnya KH. Achmad Asrori Al Ishaqi Surabaya. Fenomena inilah yang sebenarnya paling tepat disebut sebagai tasawuf urban. Karena tarekat ini secara konvensional, sejarah, muatan dan ajaran memenuhi semua syarat untuk disebut sebagai tasawuf. Yang menjadi pertanyaan adalah bagaimana model sufisme KH. Achmad Asrori dalam masyarakat perkotaan? Hasil penelitian ini adalah terdapat formulasi ritual TQN yang merapatkan individu-individu ke dalam jama?ah Al-Khidmah. Kebersamaan itu menjadi kata kunci yang diinginkan oleh Kai Asrori. Rapuhnya sendi ikatan sosial yang berbanding lurus dengan semakin menguatnya sentimen individu menjadi latar belakang yang paling dominan bagi menggejalanya fenomena dehumanisasi di kalangan masyarakat urban. Inilah yang direduksi oleh KH. Acmad Asrori melalui ritual TQN yang seluruhnya dilakukan secara berjama?ah.

Full Text
Published version (Free)

Talk to us

Join us for a 30 min session where you can share your feedback and ask us any queries you have

Schedule a call