Abstract

The Nusantara side (Nusantara aspect) is found in the interpretation of KH Miṣbah Muṣṭhafa in the al-Iklīl Fī Maanī al-Tanzīl which was written in 1977 and completed in 1985 in Bangilan, Tuban. Therefore, this study is focused on how KH Miṣbah Muṣṭhafa interpreted the verses of the al-Qur`an according to the conditions in the surrounding environment at that time. This research uses descriptive-analytical method with Gadamer's hermeneutics approach to reveal the Nusantara aspect of the book. Through the horizon of the reader (mufassir), then the meaning is sought in accordance with the author's intent (al-Qur`an) so that the meaning of the verse of al-Qur`an becomes objective. This study reveals that KH Miṣbah Muṣṭhafa in interpreting the verses of al-Qur`an uses asbab al-nuzul first, then interpreted the verse according to the condition of the surrounding environment by paying attention to the undak usuk ( Javanese hierarchical language), either using Javanese Krama Inggil, Krama Lugu, or Ngoko (high, middle and low level of Javanese language). KH Miṣbah Muṣṭhafa also responded to the existing problems by prohibiting the use of loudspeakers in mosques, family planning (KB) and bank interest because according to him they were categorized as heresy. Keywords: Nusantara aspects, Gadamer Hermeneutics, KH Miṣbah Muṣṭhafa, Tafsīr al-Iklīl Fī Maanī al-Tanzīl.

Highlights

  • Sisi kenusantaraan terdapat pada penafsiran KH Miṣbah Muṣṭhafa dalam tafsir al-Iklīl Fī Maanī al-Tanzīl yang ditulis pada 1977 dan selesai pada 1985 di Bangilan Tuban

  • This study reveals that KH Miṣbah Muṣṭhafa in interpreting the verses of al-Quran uses asbab al-nuzul first, then interpreted the verse according to the condition of the surrounding environment by paying attention to the undak usuk ( Javanese hierarchical language), either using Javanese Krama Inggil, Krama Lugu, or Ngoko (high, middle and low level of Javanese language)

  • Dari pemaparan di atas dapat diambil kesimpulan tentang sisi kenusantaraan dalam kitab Tafsir Tafsir al-Ῑklīl Fī Maāni al-Tanzīl karya KH Misbah Musthofa, diantaranya: penggunaan bahasa yang disesuaikan dengan keadaan lingkungan pengarang (KH Misbah Musthofa) yaitu tradisi pesantren, dalam hal kenusantaraan ini, KH Misbah Musthofa menafsirkan ayat al-Quran berbahasa Jawa, dalam penulisannya menggunakan makna gandul dan beraksara Arab Pegon

Read more

Summary

Pendahuluan

Setelah Nabi wafat sampai sekarang, tafsir mengalami banyak perkembangan yang sangat variatif dengan tidak melepaskan kategori masanya, keanekaragaman metode, corak, sistematika, dan ayat-ayat al-Quran yang ditafsirkan sesuai dengan keadaan masyarakat dimana tafsir tersebut diproduksi. Salah satu pemicu keluar masuknya KH Miṣbah Muṣṭhafa dari partai satu ke partai yang lain adalah merasa bahwa pendapatnya tidak sesuai dengan pendapat yang dianut oleh teman-temannya di beberapa partai tersebut, karena pada dasar keikutsertaannya di dalam partai sebagai media dakwah.. Karena adanya keadaan tersebut KH Miṣbah Muṣṭhafa timbul keinginan untuk menulis dan sekaligus menjelaskan kandungan ayat-ayat al-Quran bahasa Jawa, agar isi alQuran mudah dipahami oleh orang-orang awam. Pertama adalah dialektika dengan tutur bahasa Krama, dialetika seperti ini biasanya dimunculkan KH Miṣbah Muṣṭhafa ketika menyebut seseorang yang lebih tinggi kedudukannya, misalnya kepada Nabi Muhammad, sahabat dan juga para ulama, tutur bahasa ini, biasanya juga digunakan untuk. Lalu Rasulullah berkata kepada Abi Dar menggunakan bahasa Jawa ngoko yang artinya salatlah dua rokaat takhiyat masjid. Inggil yang artinya kenapa takhiyat masjid seperti itu? Lalu Rasulullah berkata kepada Abi Dar menggunakan bahasa Jawa ngoko yang artinya salatlah dua rokaat takhiyat masjid.

Bid’ah Pengeras Suara
Riba Bunga Bank
Full Text
Published version (Free)

Talk to us

Join us for a 30 min session where you can share your feedback and ask us any queries you have

Schedule a call