Abstract

Empoasca flavescens merupakan hama dominan pada budidaya tanaman teh di Indonesia. Hama ini dapat menurunkan produksi teh hingga 50% dalam 45 hari. Di sisi lain, tumbuhan bandotan (Ageratum conyzoides) dan pegagan (Centella asiatica) merupakan gulma yang sering ditemukan di area perkebunan teh. Kedua tumbuhan ini mengandung flavonoid, metabolit sekunder yang telah dilaporkan dapat menghambat metabolisme serangga dan hama. Maka dari itu, gulma bandotan dan pegagan berpotensi digunakan sebagai biopestisida. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan respons olfaktometri dari hama E. flavescens terhadap ekstrak gulma bandotan dan pegagan. Kadar flavonoid juga diukur dengan metode spektrofotometri UV-Vis berdasarkan pembentukan kompleks aluminium. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hama E. flavescens secara signifikan menghindari larutan 10% dan 50% (b/v) ekstrak gulma dalam pelarut etanol 70%. Konsentrasi (% b/v) dan jenis pelarut ekstrak berpengaruh signifikan pada kadar flavonoid, dengan kadar flavonoid tertinggi terdapat dalam larutan 50% (b/v) ekstrak gulma pegagan dalam etanol 70%. Kadar flavonoid yang semakin tinggi ini berkorelasi dengan respons olfaktometri dari hama, sehingga ekstrak gulma bandotan dan pegagan berpotensi untuk dikembangkan lebih lanjut sebagai biopestisida komoditas teh. Penggunaan ekstrak gulma sebagai biopestisida akan sekaligus mengatasi masalah gulma dan hama pada tanaman teh, sehingga dapat menaikkan kualitas dan produksi komoditas teh Indonesia.

Full Text
Published version (Free)

Talk to us

Join us for a 30 min session where you can share your feedback and ask us any queries you have

Schedule a call