Abstract

Penyidikan merupakan pintu gerbang utama dimulainya tugas pencarian kebenaran materiil. Dalam praktik penyidikan tindak pidana korupsi, suatu hal yang lazim apabila penegak hukum harus berhadapan dengan aparat penegak hukum lainnya dalam proses penyidikan tindak pidana korupsi. Persoalan lemahnya koordinasi antar lembaga penegak hukum membuat sistem peradilan pidana yang berjalan saat ini tidak sejalan dengan asas hukum acara pidana, salah satunya tidak sejalan asas peradilan sederhana, cepat dan biaya ringan. Penelitian ini menggunakan pendekatan hukum normatif (yuridis normatif) dengan menggunakan data sekunder berbahan hukum primer, sekunder dan tersier. Spesifikasi penelitian yang digunakan adalah deskriptif analisis yaitu menggambarkan secara komperhensif tentang koordinasi penyidikan tindak pidana korupsi dalam mewujudkan sistem peradilan pidana terpadu (integrated criminal justice system). Hasil penelitian menunjukan bahwa Implementasi koordinasi penyidikan tindak pidana korupsi belum berjalan secara optimal karena disebabkan adanya ego sektoral dari masing-masing institusi penegak hukum dan minimnya kualitas aparat penyidik baik secara kuantitias maupun kualitas. Akibat lemahnya koordinasi antar institusi penegak hukum menyebabkan munculnya tarik menarik kewenangan dalam penyidikan perkara korupsi yang pada akhirnya bermuara pada situasi disharmonis antar lembaga penegak hukum dan mengakibatkan tidak sinerginya sub sistem peradilan pidana dalam menanggulangi tindak pidana korupsi. Penguatan koordinasi penyidikan dapat dilakukan dengan membuka ruang koordinasi antara penyidik dengan hakim Tipikor dalam Undang-undang tersendiri atau diintegrasikan dalam revisi KUHAP

Full Text
Published version (Free)

Talk to us

Join us for a 30 min session where you can share your feedback and ask us any queries you have

Schedule a call