Abstract

Indonesia adalah negara yang termasuk golongan angka korupsi yang tinggi. Dalam upaya penegakan dan pemberantasan korupsi secara regulasi sudah sangat memadai. Dimulai dari komitemn negara pada UNCAC yang telah diratifikasi melalui Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2006, menjadi pijakan awal ditetapkannya Undang-Undang Tipikor di Indonesia. Permasalahannya adalah integritas Lembaga Peradilan sebagai the last resort bagi para Justiabellen dalam mencari keadilan, mengalami situasi-situasi yang menempatkan lembaga ini kehilangan public trust. Selain itu, adanya unsur psikologis yang dikatakan dapat mempengaruhi putusan hakim dalam memutus suatu perkara dalam penanganan Tindak Pidana Korupsi dan pengaruhnya bagi integritas Lembaga Peradilan Dan Apakah faktor-faktor di luar hukum tersebut dapat diajukan sebagai landasan pengajuan upaya hukum lanjutan dalam penanganan Tindak Pidana Korupsi. Metode peneltian yang digunakan adalah penelitian hukum normatif dengan menggunakan Teori Sistem Hukum. Hasil penelitian menyatakan bahwa faktor psikologis hakim memberi pengaruh pada ratio decidendi, yang menimbulkan adanya dicenting opinion. Kedua nya sah saja menurut proses penetapan putusan. Namun, faktor psikologis ini juga tidak luput dari intervensi politik yang memiliki energi lebih besar dibaliknya. Perilaku apriori sebagai faktor subjektif dan sikap perilaku emosional, adalah faktor internal yang berpengaruh pada hakim ditambah sikap kekuatan arogansi, yakni perihal kecongkakan akan kekuasaan hakim yang akan cenderung merasa dirinya berkuasa, yang merasa kepintarannya melebihi orang lain (jaksa, pengacara, apalagi terdakwa). Sikap moral hakim itu sebagai manusia pribadi yang berproses tidak jauh berbeda dengan manusia lainnya. Disparitas hakim yang terdistorsi justru berpotensi meningkatkan ketidakpercayaan publik terhadap lembaga ini. Riset ini dilakukan dengan harapan untuk menemukan solusi dalam upaya optimalisasi pemulihan integritas lembaga peradilan dan optimalisasi penegakkan dan pemberantasan korupsi di Indonesia sebagai suatu isu global. Solusi yang dapat ditawarkan dalam rangka membenahi public trust dan wibawa lembaga peradilan adalah memperketat protokol persidangan dan keamanannya, sebagaimana diatur dalam Peraturan Mahkamah Agung (Perma) Nomor 5 Tahun 2020.

Full Text
Paper version not known

Talk to us

Join us for a 30 min session where you can share your feedback and ask us any queries you have

Schedule a call

Disclaimer: All third-party content on this website/platform is and will remain the property of their respective owners and is provided on "as is" basis without any warranties, express or implied. Use of third-party content does not indicate any affiliation, sponsorship with or endorsement by them. Any references to third-party content is to identify the corresponding services and shall be considered fair use under The CopyrightLaw.