Abstract

Sistem Pelat Terpaku merupakan sistem perkerasan kaku yang terdiri dari pelat dan tiang-tiang yang dipasang di bawahnya dan dihubungkan secara monolit. Dalam penelitian sebelumnya, Pelat Terpaku tiang tunggal menggunakan modulus reaksi subgrade ekivalen izin dan diperoleh hasil lendutan yang cukup tinggi. Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan untuk mengetahui perilaku lendutan Pelat Terpaku tiga baris tiang menggunakan modulus reaksi subgrade ekivalen izin dengan variasi faktor aman global (SFG). Penelitian ini menggunakan data sekunder dari hasil uji skala penuh perkerasan Sistem Pelat Terpaku terhadap beban tekan pembebanan repetitif. Nilai modulus reaksi subgrade ekivalen izin (k’a) dengan variasi SFG (1,0; 2,0; 2,5; 3,0). Lendutan izin ditentukan menggunakan lendutan pengamatan dan lendutan izin maksimum. Tahanan ujung tiang diabaikan karena berada pada tanah lunak. Lendutan pelat dianalisis menggunakan metode BoEF (Beam on Elastic Foundation) dengan bantuan program “BoEF.xls” Program versi 1.4. Hasil analisis menunjukkan bahwa besaran faktor aman global (SFG) mempengaruhi lendutan pelat. Lendutan meningkat dengan meningkatnya SFG pada modulus reaksi subgrade ekivalen izin (k’a). Studi ini menunjukkan bahwa desain menggunakan pendekatan yang digunakan lebih aman, dimana hasil hitungan cenderung lebih besar bila dibandingkan dengan lendutan pengamatan. Hasil ini menunjukkan bahwa sistem dapat diaplikasikan di lapangan.

Full Text
Paper version not known

Talk to us

Join us for a 30 min session where you can share your feedback and ask us any queries you have

Schedule a call

Disclaimer: All third-party content on this website/platform is and will remain the property of their respective owners and is provided on "as is" basis without any warranties, express or implied. Use of third-party content does not indicate any affiliation, sponsorship with or endorsement by them. Any references to third-party content is to identify the corresponding services and shall be considered fair use under The CopyrightLaw.