Abstract

ABSTRACTThe aim of this research is to analyze how porang farming is managed with monoculture and intercropping cropping patterns and to analyze how income differs from porang farming with monoculture and intercropping cropping patterns in Sungai Lilin District, Musi Banyuasin Regency. The research method used in this research is the case study method. The sampling method that will be used in this research uses a purposive sampling technique. The respondent in this study was 1 respondent. The data collection methods used were observation, interviews and documentation. The data processing methods used are editing, coding and tabulating. The data analysis method used is descriptive with a quantitative approach. The research results show that porang farming management with intercropping and monoculture patterns is basically the same, there are only differences in the land used. Based on the assessment of the weight of porang farming management scores for monoculture and intercropping patterns, which consists of: 1) Technical and non-technical implementation has a weight score of 120 for monoculture patterns and a weight score of 140 for intercropping patterns. 2) Technical implementation has a weight score of 335 for monoculture and a weight score of 260 for intercropping patterns, and 3) Farming evaluation has a weight score of 69 for monoculture patterns and a weight score of 69 for intercropping. Based on the score weight assessment, it can be concluded that the three managements of porang farming in monoculture and intercropping patterns have criteria in the moderate management category. The income from porang farming with a monoculture pattern after conversion is IDR. 2,037,333/Ha/MT while the income from intercropping after conversion is Rp. 39,843,333/Ha/MT. So the difference in income between intercropping and monoculture farming patterns after conversion per hectare is IDR. 37,806,000/Ha/MT. ABSTRAKTujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis bagaimana manajemen usahatani porang dengan pola tanam monokultur dan tumpang sari dan untuk menganalisis bagaimana perbedaan pendapatan usahatani porang dengan pola tanam monokultur dan tumpang sari di Kecamatan Sungai Lilin Kabupaten Musi Banyuasin. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode studi kasus. Metode penarikan contoh yang akan digunakan dalam penelitian ini menggunakan teknik purposive sampling. Responden dalam penelitian ini adalah 1 responden. Metode pengumpulan data yang digunakan adalah observasi, wawancara dan dokumentasi. Metode pengolahan data yang digunakan adalah editing, coding dan tabulating. Metode analisis data yang digunakan adalah Deskriptif dengan pendekatan kuantitatif. Hasil penelitian menunjukan bahwa manajemen usahatani porang dengan pola tumpangsari dan monokultur pada dasarnya sama saja, hanya terdapat perbedaan pada lahan yang digunakan. Berdasarkan penilaian bobot skor manajemen usahatani porang pola monokultur dan tumpangsari yang terdiri dari : 1) Pelaksanaan teknis dan non teknis mempunyai bobot skor 120 pola monokultur dan bobot skor 140 pada pola tumpangsari. 2) Teknis pelaksanaan mempunyai bobot skor 335 monokultur dan bobot skor 260 pada pola tumpangsari, dan 3) Evaluasi usahatani mempunyai bobot skor 69 pola monokultur dan bobot skor 69 untuk tumpangsari. Berdasarkan penilaian bobot skor dapat disimpulkan ketiga manajeman pengelolaan usahatani porang pada pola monokultur dan tumpangsari mempunyai kriteria dalam katagori pengelolaan sedang. Pendapatan usahatani porang dengan pola monokultur setelah dikonversi adalah sebesar Rp. 2.037.333/Ha/MT sedangkan pendapatan pada tumpangsari setelah dikonversi adalah sebesar Rp. 39.843.333/Ha/MT. Sehingga perbedaan pendapatan pada usahatani dengan pola tumpangasari dan monokultur setelah dikonversi per hektar adalah sebesar Rp. 37.806.000/Ha/MT.

Full Text
Published version (Free)

Talk to us

Join us for a 30 min session where you can share your feedback and ask us any queries you have

Schedule a call