Abstract

Pulau Bali selain dikenal sebagai pulau seribu pura, juga dikenal sebagai pulau banten. Dalam cerita perjalanan Rsi Markandeya, dijelaskan bahwa jika ingin selamat hidup di Bali, maka harus melaksanakan suatu upacara yadnya. Yadnya adalah korban suci yang tulus ikhlas, yang dalam pembagiannya terdiri dari lima jenis yadnya, yaitu Dewa Yadnya, Manusa Yadnya, Rsi Yadnya, Pitra Yadnya, dan Bhuta Yadnya. Banten Suci adalah salah satu jenis banten atau upakara yang merupakan simbol dari senjata dewata nawasanga. Pemahaman masyarakat tentang banten suci, baik dari segi bentuk dan filosofi masih awam. Masyarakat lebih banyak tahu tentang bentuk tanpa mengetahui secara jelas makna atau filofofi dari banten suci. Materi disampaikan oleh narasumber sulinggih, Ida Pandita Mpu Istri Parami Yoga Manuaba dari Gria Agung Kemoning Sari Manuaba Kerambitan. Penyampaian materi diawali dengan penyampaian upakara secara teori dan praktek pembuatan jaja suci serta nanding jaja suci sehingga peserta memahami makna dan cara nanding jaja suci. Materi ini merupakan lanjutan tentang materi sebelumnya yang berkaitan tentang membentuk keluarga sukhinah. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan kuesioner terbuka pada akhir penyampaian materi narasumber untuk mengetahui pemahaman masyarakat Desa Kutuh, Kecamatan Kerambitan, Kabupaten Tabanan terkait filosofi banten suci. Adapun simpulan dari tulisan ini adalah masyarakat Desa Kutuh, Kecamatan Kerambitan, Kabupaten Tabanan memahami dengan baik hal yang disampaikan pemateri, terutama pada nilai fiosofi banten suci.

Full Text
Published version (Free)

Talk to us

Join us for a 30 min session where you can share your feedback and ask us any queries you have

Schedule a call