Abstract

Indonesia has entered the era of human rights characterized by increasingly massive domestication of the international human rights norms in national legal system. In such a situation, in fact, the rights to freedom of religion and of belief for minorities have not received their benefits and instead they become victims. This Article seeks to investigate how it can happen by using the legal politics analysis as perspective. Legal politics here will focus on how the governments of several regimes in Indonesia have used their legislation and policy to regulate matters relating to the rights to freedom of religion and belief. In addition, it will also see how the Constitutional Court contributed to this issue by influencing the legal politics as this Court is the sole authority in interpreting the constitutional right to the freedom of religion and belief thereby affecting its normation and implementation. Key words: Religious minority group, human rights, legal politics of Indonesia

Highlights

  • Indonesia telah memasuki era hak asasi manusia yang ditandai dengan semakin masifnya domestifikasi norma-norma hak asasi manusia internasional dalam sistem hukum nasional

  • Indonesia has entered the era of human rights characterized by

  • it can happen by using the legal politics analysis as perspective

Read more

Summary

Setelah era reformasi datang pada tahun

2008 yang ditandai dengan runtuhnya kekuasaan Orde Baru Soeharto dan digantikan dengan. Pada tahun 2005 Indonesia meratifikasi dua kovenan pokok hak asasi manusia yaitu ICESCR dan ICCPR masing-masing dengan Undang-Undang No. Indonesia secara hukum terikat dalam penegakan ketentuan Pasal 18 ICCPR yang menyatakan bahwa:. Pertanyaan tentang bagaimana cara melakukan harmonisasi kehidupan antara umat beragama yang damai, saling percaya dan berkeadilan selalu menjadi pertanyaan dalam realitas pluralisme keberagamaan dan berkepercayaan di Indonesia.[7] Selain itu ada sebuah simpulan penelitian yang menarik untuk disitir yaitu: Todung Mulya Lubis, “Menegakkan Hak Asasi Manusia, Menggugat Diskriminasi”, Jurnal Hukum dan Pembangunan Vol 39 No 1 Tahun 2009, Fakultas Hukum Universitas Indonesia, hlm. Pengujian terhadap peraturan perundang-undangan yang tidak lagi relevan dengan semangat penegakan hak asasi manusia merupakan hal yang sangat penting pada saat kekerasan ber-basis agama masih sering terjadi. Pilihan terbaik dari situasi yang terburuk adalah dengan melakukan pengujian atau judiciil review terhadap peraturan perundang-undangan yang sering digunakan sebagai alasan pembenar bagi tindak kekerasan dan intoleransi ke Mahkamah Konstitusi. Frans Hendra Winata, “Agama Tidak Memerlukan Pengakuan Negara Secara Resmi dan Diatur Hukum”, Jurnal Law Review Vol VIII No 1 Juli 2008, Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Pelita Harapan, hlm. 84-94 undang-undang ini dilaksanakan melalui tata acara peradilan yang sah dan proses yang damai melainkan yang terjadi adalah peradilan jalanan yang berdarah-darah

Kesenjangan antara Penafsiran dan Penerapan Akibat Politik Pengabaian
Keputusan tersebut pada bentuk formalnya bertujuan untuk menjaga ketertiban umum
Daftar Pustaka
Full Text
Published version (Free)

Talk to us

Join us for a 30 min session where you can share your feedback and ask us any queries you have

Schedule a call