Abstract

Poligami menjadi sorotan hukum dan masyarakat Indonesia sebagai Negara hukum telah mengatur poligami sebagai perkawinan yang sah dan memiliki payung hukum yaitu Undang-Undang Perkawinan. Prosedur poligami dalam Undang-Undang Perkawinan telah membebankan persyaratan bagi suami yang hendak melakukan poligami dengan syarat: suami wajib memiliki ijin dari istri, pejabat (bagi Pegawai Negeri Sipil) dan pengadilan sebagai tahap akhir untuk mendapatkan ijin poligami. Akan tetapi pengadilan tidak akan memberikan ijin untuk melakukan poligami kecuali seorang suami dapat memenuhi persyaratan alternatife yaitu istri tidak dapat menjalankan tugasnya sebagai istri, istri memiliki penyakit yang tidak dapat disembuhkan dan istri tidak dapat melahirkan. Hal ini nampak bahwa isteri sebagai objek untuk dipoligami dan terjadinya inkonsistentensi dimana asas perkawinan monogami namun masih memberikan celah untuk poligami. Penelitian ini bertujuan untuk mengkritisi Undang Undang Perkawinan di Indonesia yang mengatur tentang poligami perspektif gender. Metode yang digunakan penulis dalam penulisan adalah metode penelitian hukum normatife diskriptif, hasil dari analisis penelitian ini adalah Undang Undang Perkawinan di Indonesia dalam mengatur poligami terlihat tidak berkeadilan atau ketidakberpihakan kepada perempuan dan memandang perempuan sebagai sub ordinat.

Full Text
Published version (Free)

Talk to us

Join us for a 30 min session where you can share your feedback and ask us any queries you have

Schedule a call