Abstract
Umat pilihan adalah sebutan yang sering diberlakukan untuk orang Yahudi. Namun, gereja pasca-Perjanjian Baru menganggap status keumatan Israel sudah berakhir—suatu asumsi teologis yang baru dikoreksi sejak pertengahan abad ke-20. Dalam rangka itulah, artikel ini memeriksa ulang konsep umat pilihan secara alkitabiah. Bahasa Deuteronomis untuk pemilihan Israel adalah pembebasan mereka dari perbudakan Mesir untuk menjadi bangsa penyembah Yahweh (keumatan ‘ebed). Namun, Perjanjian Sinai menuntut Israel lebih dari itu, yakni menjadi umat yang istimewa, keumatan teladan (keumatan segullā). Realitas keumatan ‘ebed adalah tak bersyarat dan dasarnya semata-mata faktor Allah, kasih dan kesetiaan-Nya (Ul. 7:6-8). Sebaliknya, realitas keumatan segullā bersyarat dan dasarnya adalah faktor Israel, yakni kesungguhan mereka untuk berpegang pada perjanjian (Kel. 19:5-6) yang kemudian ternyata gagal, kecuali umat sisa. Kendati demikian, kegagalan Israel membuka jalan bagi keumatan yang diperluas, yang mengikutsertakan orang-orang non-Yahudi secara massal, sementara keselamatan massal orang Yahudi merupakan realitas eskatologis (Rm. 11:25-26).
Talk to us
Join us for a 30 min session where you can share your feedback and ask us any queries you have
Similar Papers
Disclaimer: All third-party content on this website/platform is and will remain the property of their respective owners and is provided on "as is" basis without any warranties, express or implied. Use of third-party content does not indicate any affiliation, sponsorship with or endorsement by them. Any references to third-party content is to identify the corresponding services and shall be considered fair use under The CopyrightLaw.