Abstract

Analisis mengenai berbagai hambatan yang dialami oleh Indonesia pada saat mengimplementasikan aturan Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Flora and Fauna (CITES) mengenai perlindungan hiu yang masuk ke daftar Apendiks II. Hiu martil dan hiu sutra merupakan jenis hiu yang masuk ke daftar Apendiks II pada tahun 2013 dan 2016. Indonesia telah meratifikasi CITES dari tahun 1978 hingga kini masih menjalankan aturan CITES. Berbagai regulasi telah dilakukan oleh pemerintah untuk menunjukkan keseriusan dalam menangani permasalahan tangkapan hiu untuk diperdagangkan. Terjadi peningkatan tangkapan dam perdagangan hiu meskipun sudah melakukan berbagai upaya. Hambatan yang dialami oleh Indonesia diteliti menggunakan konsep dari Abram Charles dan Chayes yaitu kepatuhan rezim yang memiliki tiga indikator yaitu ambiguity, lack of capacity, dan temporal dimension. Penelitian ini menggunakan metodologi deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Peneliti menemukan bahwa Indonesia mengalami hambatan dalam mengimplementasikan rezim CITES terhadap perlindungan hiu terkhusus martil dan sutra karena adanya aturan nasional turunan dari konvensi CITES yang diratifikasi menimbulkan keraguan atau ketidakjelasan dalam aturan domestik dan terbatasnya kapasitas Indonesia di tingkat pendidikan dan teknologi masyarakat di pinggir pantai serta ketergantungan para nelayan pada hasil tangkapan dari hiu. Beberapa kondisi yang dialami oleh Indonesia merupakan hambatan dalam melakukan implementasi aturan CITES terkhusus perlindungan hiu martil dan hiu sutra.

Full Text
Published version (Free)

Talk to us

Join us for a 30 min session where you can share your feedback and ask us any queries you have

Schedule a call