Abstract

This article discusses the methodology of reading the Qur’an initiated by Nasr Hamid Abu Zayd. As part of Islamic discourse, especially in the Qur’an, Nasr Hamid’s approach has sparked various productive discussions in the academic world. The approach of Nasr Hamid does not only contain its own characteristics, more than that, it is possible to produce an understanding, which at a certain point, has a power of social transformation. Two important issues as an example of the results of the approach are provided with some analyses on the matter of inheritance and slavery. It then must be understood in various aspects and contexts, and thus prompted to emerge an ideal egalitarian community. In this, Nas}r H{a>mid calls his hermeneutic approach as dialectics between ma‘na and maghza.

Highlights

  • Hermeneutika AlquranPendahuluan Kajian studi Alquran mutakhir menampilkan titik semarak yang gemilang: mulai dari mengkaji ulang, dengan model pembacaan baru, terhadap konsep yang telah dianggap matang, hingga usaha untuk mengembangkan pendekatan metodologis terhadap Alquran.

  • Mencermati perkembangan tersebut, Gabriel Said Reynold menyatakan bahwa “The golden age of Qur’anic studies has arrived [masa keemasan kajian Alquran telah tiba].”1 Fenomena kajian baru tersebut muncul antara lain sebagai konsekuensi logis dari kecenderungan, meminjam istilah Amin Abdullah, pemikiran keagamaan yang bersifat kritis.[2] Nama yang cukup terkenal masuk dalam spektrum kajian kontemporer terhadap Alquran ini adalah Nas}r H{a>mid Abu> Zayd.

  • Melalui pendekatan yang ia bangun, Nas}r H{a>mid berupaya menghindar dari penafsiran yang ia sebut dengan talwi>n: ideologisasi dan subjektifikasi dalam pembacaan teks,[4] yang banyak ditemui dalam produk tafsir pada era sebelumnya.

Read more

Summary

Hermeneutika Alquran

Pendahuluan Kajian studi Alquran mutakhir menampilkan titik semarak yang gemilang: mulai dari mengkaji ulang, dengan model pembacaan baru, terhadap konsep yang telah dianggap matang, hingga usaha untuk mengembangkan pendekatan metodologis terhadap Alquran. Mencermati perkembangan tersebut, Gabriel Said Reynold menyatakan bahwa “The golden age of Qur’anic studies has arrived [masa keemasan kajian Alquran telah tiba].”1 Fenomena kajian baru tersebut muncul antara lain sebagai konsekuensi logis dari kecenderungan, meminjam istilah Amin Abdullah, pemikiran keagamaan yang bersifat kritis.[2] Nama yang cukup terkenal masuk dalam spektrum kajian kontemporer terhadap Alquran ini adalah Nas}r H{a>mid Abu> Zayd. Melalui pendekatan yang ia bangun, Nas}r H{a>mid berupaya menghindar dari penafsiran yang ia sebut dengan talwi>n: ideologisasi dan subjektifikasi dalam pembacaan teks,[4] yang banyak ditemui dalam produk tafsir pada era sebelumnya. Menjadi menarik melihat bagaimana hermeneutika Nas}r H{a>mid secara konseptual-operasional, dan melihat beberapa “produk penafsiran” baru yang dihasilkan dengan pendekatan tersebut, terutama yang menyangkut diskursus relasi Alquran dengan dunia sosial.

Jurnal Keilmuan Tafsir Hadith
Maha Hidup
Full Text
Paper version not known

Talk to us

Join us for a 30 min session where you can share your feedback and ask us any queries you have

Schedule a call

Disclaimer: All third-party content on this website/platform is and will remain the property of their respective owners and is provided on "as is" basis without any warranties, express or implied. Use of third-party content does not indicate any affiliation, sponsorship with or endorsement by them. Any references to third-party content is to identify the corresponding services and shall be considered fair use under The CopyrightLaw.