Abstract

Indonesia berada pada tiga pertemuan lempeng tektonik aktif yang menyebabkan aktivitas tektonik di Indonesia menjadi tinggi. Kerentanan tinggi terhadap gempabumi ini memicu tingginya frekuensi gempabumi di Indonesia. Metode statistika seringkali digunakan oleh para peneliti dalam meneliti hubungan frekuensi gempabumi dengan parameter lain yang berkaitan, seperti periode ulang gempabumi, seismisitas kegempaan, atau penentuan percepatan tanah. Pada penelitian ini, penulis mencoba mengkaitkan antara frekuensi gempabumi dengan hari dalam sistem penanggalan qomariyah (hijriyah) dengan tujuan menemukan korelasi antara literatur islam dengan bencana alam gempabumi. Sistem pergantian hari pada penanggalan masehi berbeda dengan qomariyah. Untuk itu diperlukan metode khusus dalam menentukan batas waktu pergantian hari pada sistem penanggalan qomariyah. Berbagai paramater almanak dan ilmu falak seperti Julian Day, Deklinasi Matahari, Altitude, Equation of Time, Transit Matahari, dan Hour Angle dikalkulasikan untuk menentukan batas waktu pergantian hari qomariyah, yaitu waktu Maghrib, dimana pada sistem masehi adalah pada pukul 24 malam zona waktu setempat. Waktu maghrib inilah yang dijadikan acuan dasar dalam pengkoreksian hari pada penanggalan masehi menjadi hari pada penanggalan qomariyah. Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data gempabumi untuk wilayah Indonesia yang terletak antara 6º LU – 11º LS dan 95º BT - 141º BT. Data diambil dari situs USGS untuk periode Januari 1900 sampai Oktober 2019 dengan magnitudo ≥ 5 SR. Dari hasil perhitungan matematis tersebut didapatkan kesimpulan bahwa frekuensi gempabumi terbesar terjadi pada hari Al-Itsnain (Senin) sedangkan frekuensi kejadian gempabumi terkecil terjadi pada hari al-Jumu’ah (Jum’at) dalam periode tahun 1900 – 2019.

Full Text
Published version (Free)

Talk to us

Join us for a 30 min session where you can share your feedback and ask us any queries you have

Schedule a call