Abstract

Artikel ini akan mendiskusikan konsep ruang keadilan dari perspektif hospitalitas kristiani bagi kaum yang marginal. Letty Russel lebih memfokuskan teologinya, menyebut mereka yang tidak beruntung (unfortunate) atau korban beragam wajah ketidakadilan (unfair), pada yang tersisih (the outsider), Miroslav Volf lebih fokus pada sang liyan (the other), dan Amos Yong pada “yang asing” (the stranger). Meski demikian, mereka memakai ketiga istilah itu secara bergantian. Demi membangun ruang keadilan bagi yang termarginalkan, saya ingin mendekati diskursus keadilan dengan dua argumentasi. Pertama, setiap teori tentang keadilan secara filosofis cenderung terjebak pada debat kalkulasi-teknisnya. Kedua, pendekatan teologis dengan demikian relevan untuk “menambal” kekurangan pendekatan filosofis tersebut. Melalui kisah perumpamaan para pekerja di kebun anggur dalam Matius 20:1-16, pendekatan teologis yang menawarkan konsep kemurah-hatian (generosity)—seperti dalam tafsir Michael Green—memperlihatkan secara teologis relevansi praksisnya. Dalam kajian hospitalitas kristiani, tulisan ini mengusulkan beberapa prinsip etis dalam membangun ruang keadilan: ruang keadilan yang berangkat dari, dan berorientasi kepada, mereka yang marginal.

Full Text
Published version (Free)

Talk to us

Join us for a 30 min session where you can share your feedback and ask us any queries you have

Schedule a call