Abstract

Abstrak: Tulisan ini bermaksud untuk mendeskripsikan sosok perempuan sufi di Aceh yang dikenal dengan sebutan Pocut di Butong yang terdapat dalam naskah tersebut. Sejarah panjang tasawuf di Aceh memberikan peranan yang sangat penting bagi masyarakat Aceh. Aceh yang juga dikenal dengan nama Serambi Mekkah, pada saat itu diterapkan syariat Islam. Keberadaan para sufi atau pembawa tasawuf begitu esensialnya agar ajaran tersebut terus berkembang. Sufi di Aceh terkenal di kalangan laki-laki karena sikap mereka yang tidak peduli terhadap perempuan. Di kalangan sufi perempuan, keberadaannya sangat minim dan tidak tertulis dalam sejarah apapun. Yang paling sering disebutkan adalah Rabiah al-Adawiyah, namun sufi perempuan masih perlu lebih banyak dipublikasikan, dan lain halnya jika tokohnya laki-laki. Penelitian ini merupakan tinjauan naskah ‘Munajat Perempuan Sufi Aceh Pocut di Beutong’ mengenai eksistensi dan peran seorang sufi perempuan berinisial Pocut di Beutong. Hasil penelitian menunjukkan bahwa puisi-puisi dalam buku ‘Munajat Wanita Sufi Aceh’ menjelaskan bahwa keberadaan dan peranan Pocut di Beutong sangat berarti pada masa itu. Hal ini terlihat dari sejarah yang diceritakan dalam buku tersebut mengenai bagaimana Pocut di Beutong turut membantu mempertahankan tanah Aceh dengan berbagai cara, seperti berdoa, mengajar, mengembangkan amalan, dan berupaya mendekatkan diri kepada Allah. Hal ini sama pentingnya dengan Cut Nyak Dien dan pahlawan wanita lainnya yang akan berperang.Kata Kunci: Naskah; Wanita Sufi; Aceh.Abstract: This paper intends to describe the Sufis woman in Aceh, known as Pocut di Butong contained in the manuscript. The long history of Sufism in Aceh provides a crucial role for the people of Acehnese. Aceh, also known as Serambi Mecca, at that time of Islamic law was implemented. The existence of Sufi or carriers of Sufism is so essential that these teachings continue to develop. Sufi in Aceh have been popular with men for their disregard for women. Among female Sufis, their existence is minimal and not written in any history. The most often mentioned is Rabiah al-Adawiyah, but more female Sufis still need to be published, and it is different if the character is male. This study is a manuscript review of ‘Munajat Perempuan Sufi Aceh Pocut di Beutong’ regarding the existence and role of a female Sufis with the initial Pocut di Beutong. The study results show that the poems in the book ‘Munajat Wanita Sufi Aceh’ explain that the existence and role of Pocut di Beutong was very significant at that time. This can be seen from the history recounted in the book regarding how Pocut di Beutong also helped defend the land of Aceh in different ways, such as praying, teaching, developing practice, and attempting to get closer to Allah. This is just as important as Cut Nyak Dien and other female heroes going to war.Keywords: Manuscript; Sufis Woman; Aceh.

Full Text
Published version (Free)

Talk to us

Join us for a 30 min session where you can share your feedback and ask us any queries you have

Schedule a call