Abstract
The Islamic Religious Education (IRE) curriculum encounters many challenges. One of the challenges is the inferiority of Muslims in developing an IRE curriculum based on Islamic tradition and only relying on the development of educational theories from the West. For this reason, this article examines the development of the IRE curriculum using the makkiyah-madaniyah theory. The purpose is to present an overview of IRE curriculum development using Islamic traditions that are often forgotten. This article uses a qualitative approach with the library research method. After understanding the makkiyah-madaniyah discourse, this article concludes that IRE curriculum development has two models: attention to psychological and sociological aspects. In psychological aspects, IRE educators at the primary level must pay attention to the context of the Makkiyah period, such as the editorial verses of the Qur'an tend to be short and rhyming so that learning and evaluation material should be delivered using a short and rhyming strategy. Emphasis on reward and punishment, aqeeda and moral learning content; and the use of storytelling and illustration (tamtsil) methods should also be a concern in the IRE at this level. Meanwhile, at the secondary level, educators can use the madaniyah model, namely, more extended learning and evaluation material and emphasizing the content of Islamic jurisprudence learning. The sociological aspect applies contextually because of the differences in social conditions between the Prophet Muhammad and us today. The focus of the sociological aspect is divided into two, namely, the sociology of students and the needs of society. Contextual is an approach suitable to be applied in this sociological aspect.Abstrak: Kurikulum Pendidikan Agama Islam (PAI) menemui banyak tantangan. Salah satu tantangannya adalah inferioritas Muslim dalam mengembangkan kurikulum PAI berdasarkan khazanah Islam dan hanya mengandalkan perkembangan teori-teori pendidikan dari Barat. Dengan alasan itulah, artikel ini mengkaji pengembangan kurikulum Pendidikan Agama Islam dengan teori makkiyah-madaniyah, yang disebut oleh penulis sebagai kurikulum Qur’ani. Tujuan artikel ini adalah untuk menyajikan gambaran pengembangan kurikulum PAI dengan tradisi keislaman yang acapkali terlupakan. Artikel ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode studi pustaka. Setelah memahami diskursus makkiyah-madaniyah, artikel ini menyimpulkan bahwa ada dua model pengembangan kurikulum PAI: perhatian terhadap aspek psikologis dan sosiologis. Dalam aspek psikologis, pendidik PAI pada tingkatan dasar harus memperhatikan konteks pada periode makkiyah seperti redaksi ayat Al-Qur’an yang cenderung pendek dan berima sehingga materi pembelajaran dan evaluasi sebaiknya disampaikan dengan strategi pendek dan berima. Penekanan pada reward dan punishment; penekanan pada konten pembelajaran akidah dan moral; dan penggunaan metode bercerita dan ilustrasi (tamtsil) juga seharusnya menjadi perhatian dalam kurikulum PAI di tingkatan dasar. Sementara itu, pada tingkatan menengah, pendidik dapat memakai model madaniyah, yakni materi pembelajaran yang lebih panjang sebagaimana redaksi ayat-ayat madaniyah yang cenderung panjang dan penekanan pada konten pembelajaran hukum fikih yang memang agak sulit dipahami oleh peserta didik. Adapun aspek sosiologis berlaku secara kontekstual, sebab perbedaan kondisi sosial antara Nabi Muhammad saat Al-Qur’an diturunkan dengan kondisi umatnya pada masa sekarang. Fokus aspek sosiologis terbagi menjadi dua, yakni sosiologi peserta didik dan kebutuhan masyarakat. Kontekstual adalah pendekatan yang cocok diaplikasikan dalam aspek sosiologis ini.
Talk to us
Join us for a 30 min session where you can share your feedback and ask us any queries you have
Similar Papers
Disclaimer: All third-party content on this website/platform is and will remain the property of their respective owners and is provided on "as is" basis without any warranties, express or implied. Use of third-party content does not indicate any affiliation, sponsorship with or endorsement by them. Any references to third-party content is to identify the corresponding services and shall be considered fair use under The CopyrightLaw.