Abstract

Tulisan ini berupaya memaknai birunya Indonesia—negara kepulauan terbesar di dunia—dengan cara menawarkan sebuah corak biru bagi kekristenan Indonesia dari perspektif ekoteologi. Saya akan mulai dengan membahas ekoteologi dan kontribusinya dalam kekristenan untuk menunjukkan bahwa sub-disiplin ini dapat menjadi sebuah “kuas” yang memberikan corak biru bagi kekristenan. Selanjutnya akan didiskusikan mengapa dan bagaimana ekoteologi menanggapi krisis lingkungan/ekosistem laut sebagai “cat biru” bagi kuas tersebut—ekoteologi biru. Untuk ini, nilai laut yang sangat rendah dalam kekristenan serta corak biru antroposentrisme dalam kekristenan akan diuraikan dan ditanggapi dengan paradigma komunitas ciptaan sebagai “sketsa.” Semua pembahasan ini akan menegaskan bahwa laut harus dipandang dan diperlakukan bukan sebagai objek eksploitasi manusia melainkan subjek yang mendukung kehidupan bersama seluruh ciptaan Allah. Manusia dan laut adalah sama-sama partisipan dalam kehidupan itu. Pandangan dan sikap yang ramah atau bersahabat terhadap laut dengan cara memastikan bahwa laut tetap berpartisipasi bagi kehidupan itu adalah corak biru yang saya tawarkan untuk ditampakkan pada “kanvas” kekristenan Indonesia. Pada akhirnya, tulisan ini mengajak kekristenan di Indonesia untuk menunjukkan corak biru itu dalam wacana teologi dan aktivitas bergerejanya.

Full Text
Published version (Free)

Talk to us

Join us for a 30 min session where you can share your feedback and ask us any queries you have

Schedule a call