Abstract

In the dawn of space era, State-driven and monopolized the space activities. This was exacerbated by high cost, military interference and the uncertain possibilities of civilian use. Nevertheless, as space technology grew, the enormous benefits created by space activities gradually motivated private companies to spend more capital and to use space for commercial purposes. Recently, two major of private space firms, SpaceX and Mars One reportedly has released their mission to Mars in order to conducted Mars Colonization Plan. On the other hand, the Outer Space Treaty and the rest of Corpus Juris Spatialis clearly prohibits to do appropriation on the Moon and the other Celestial Bodies, including Mars. It will be a new challenge for all legal actors, especially in the sense of the outer space regime, to explore this concept. This study applies normative legal research methodology. This study found: the current Outer Space Treaty particularly related to the non-appropriation principle is not relevant to the development of space technology and activities. Then, in this study the non-appropriation principle will be revisited based on the customary international law mechanism. Second, this study found the suitable scheme of appropriation during Mars Colonization Plan by establishing an Independent entity which authorize and organize the activities and also by implementing several stages in appropriating the Martian areas. Third, this study then proposed legal framework through amending and modernizing the Outer Space Treaty in order to compromise between the non-appropriation principle and the development of space commercialization. Keywords: Corpus Juris Spatialis; Mars Colonization; Non-Appropriation Rencana Kolonisasi Mars: Kemungkinan Dan Skema Pengambilalihan Di Mars Abstrak Di awal era keantariksaan, kegiatan keantariksaan digerakkan dan dimonopoli oleh negara. Ini diperburuk dengan adanya biaya tinggi, campur tangan militer, dan kemungkinan penggunaan oleh sipil yang tidak pasti. Namun, seiring dengan berkembangnya teknologi ruang angkasa, manfaat besar yang diciptakan oleh aktivitas keantariksaan secara bertahap memotivasi perusahaan swasta untuk menghabiskan lebih banyak modal dan menggunakan ruang tersebut untuk tujuan komersial. Baru-baru ini, dua perusahaan keantariksaan besar swasta, SpaceX dan Mars One, dikabarkan telah merilis misi mereka ke Mars dalam rangka melakukan Rencana Kolonosasi Mars (Mars Colonization Plan). Di sisi lain, Outer Space Treaty dan Corpus Juris Spatialis lainnya secara jelas melarang untuk melakukan perampasan di Bulan dan Benda-benda Langit lainnya, termasuk Mars. Ini akan menjadi tantangan baru bagi semua aktor hukum, terutama dalam arti rezim keantariksaan, untuk mendalami konsep ini. Penelitian ini menggunakan metodologi penelitian hukum normatif. Studi ini menemukan: Traktat Luar Angkasa saat ini khususnya terkait dengan prinsip non-apropriasi tidak relevan dengan perkembangan teknologi dan kegiatan keantariksaan. Kemudian, dalam penelitian ini, prinsip non-apropriasi ditinjau kembali berdasarkan mekanisme hukum kebiasaan internasional. Studi ini juga menemukan, skema apropriasi yang sesuai selama Rencana Kolonisasi Mars adalah dengan membentuk entitas Independen yang menguasai dan mengatur kegiatan dan juga dengan menerapkan beberapa tahap dalam mengambil alih wilayah Mars. Studi ini kemudian mengusulkan kerangka hukum melalui amandemen dan modernisasi Traktat Luar Angkasa untuk mengompromikan antara prinsip non-apropriasi dan pengembangan komersialisasi ruang angkasa. Kata kunci: Corpus Juris Spasialis, Kolonisasi Mars, non-Apropriasi.

Talk to us

Join us for a 30 min session where you can share your feedback and ask us any queries you have

Schedule a call

Disclaimer: All third-party content on this website/platform is and will remain the property of their respective owners and is provided on "as is" basis without any warranties, express or implied. Use of third-party content does not indicate any affiliation, sponsorship with or endorsement by them. Any references to third-party content is to identify the corresponding services and shall be considered fair use under The CopyrightLaw.