Abstract

Social harmony is a necessary condition for creating social stability in a plural society. Social stability will encourage the emergence of positive social interactions. This study examines the involvement of the Muslim community in participating in Hindu community rituals. This type of research is qualitative with the hermeneutic and verstehen methods. The theory used is symbolic and structural functional interactionism by developing the concepts of tolerance, solidarity and social harmony. The findings in the field are that the involvement of the Muslim community in the rituals of odalan (temple festival), cremation and mapag toya (welcoming the flowing of water) are form of social awareness of their existence in an area that shares the goal of social stability. To achieve this they develop a tolerant attitude and then manifest solidarity in their activities. From this understanding emerges social stability which shows social harmony in the region.

Highlights

  • Harmoni sosial merupakan kondisi di mana kewajiban dan tugas yang ada di masyarakat terdistribusi dengan baik tanpa adanya keberatan dari pihak lain

  • This study examines the involvement of the Muslim community in participating in Hindu community rituals

  • Dalam konteks Tri Hita Karana, masyarakat muslim maupun Hindu telah melaksanakan konsepsi tersebut karena mampu memelihara hubungan sosial yang baik dan harmonis antara sesama umat manusia, juga menghargai lingkungan dan secara bersama-sama mengucapkan syukur kepada Tuhan melalui ritual yang dilaksanakan

Read more

Summary

Introduction

Harmoni sosial merupakan kondisi di mana kewajiban dan tugas yang ada di masyarakat terdistribusi dengan baik tanpa adanya keberatan dari pihak lain. Teori interaksionalisme simbolik dan struktural fungsional dalam konteks keterlibatan masyarakat muslim Desa Angantiga pada ritual Hindu Bali, mempunyai keterkaitan dimana semua kegitan tersebut merupakan tindakan simbolis yang mengandung pesan penyesuaian diri untuk mencapai tujuan utama berupa keseimbangan sosial. Akan tetapi pada konteks sosial, baik masyarakat Bugis maupun keluarga dan kerabat puri di Carangsari, Petang menyampaikan pesan secara simbolis berupa memelihara pola-pola budaya yang telah ada sebelumnya, dengan tujuan untuk memelihara keseimbangan sistem sosial.

Results
Conclusion
Full Text
Published version (Free)

Talk to us

Join us for a 30 min session where you can share your feedback and ask us any queries you have

Schedule a call