Abstract

This paper discusses the phenomenon of strengthening the culture of patriarchy that so long rooted in Islamic education process. In the process of education for example, are in the form of drawings in which the topic of haughty (arrogant) described a group of women who were talking about a woman who overbearing. That during this time the role of women have been cornered by misrepresents the moral values of Islam by scholars in part. This cornered position, has been so strong both the role of women in the political area, in terms of liberating education process, and in terms of interpretation and the hadiths of the Prophet Muhammad. Therefore, the emergence of gender bias in the interpretation of Islamic education came from scholars who tend to provide a significant opportunity for the defense of the masculine; among them is the issue of polygamy, inheritance of women, and women's leadership.

Highlights

  • PENDAHULUAN Dalam suatu riwayat disebutkan bahwa Nabi pernah didatangi kelompok kaum perempuan yang memohon kesediaan Nabi untuk menyisihkan waktunya guna mendapatkan ilmu pengetahuan

  • This paper discusses the phenomenon of strengthening the culture of patriarchy that so long rooted in Islamic education process

  • In the process of education for example, are in the form of drawings in which the topic of haughty described a group of women who were talking about a woman who overbearing

Read more

Summary

Pengertian bias dalam Kamus Besar

Bahasa Indonesia adalah: simpangan atau belokan arah dari garis tempuhan yang menembus benda bening yang lain (seperti cahaya yang menembus kaca, bayangan yang berada di air).4Selanjutnya kata bias adalah semacam prasangka yakni pendapat yang terbentuk sebelum adanya alasan untuk itu, dalam penelitian ilmiah bias dapat menyelinap ke dalam pengamatan atau penafsiran data eksperimen. )11 ̳Abd al-Rauf menafsirkan penggalan ayat ًْ ٍََ‫ٌُ٘ ِصٍ ُن ٌُ َّلالاُ فًِ أَ ْٗ َلا ِد ُم ٌْ ِىيزا َم ِش ٍِثْ ُو َح ِّظ ا ْْلُ ّْث‬, yaitu ―Disuruhkan Allah ta„ala kamu pada pekerjaan pusaka segala anak kamu bagi seorang laki-laki seperti perolehan dua orang perempuan.‖31 Ia menafsirkan sambungan ayat selanjutnya, ُْ ِ‫فَإ‬ ‫ُم اِ ِّ َسا ًء فَ ْ٘ َق اثَْْتَ ٍْ ِِ فَيَ ُٖ اِ ثُيُثَا ٍَا تَ َش َك َٗإِ ُْ َماَّ ْت َٗا ِحذَةً فَيَ َٖا‬ ‫اىِّْ ْص ُف‬bahwa jika anak itu seluruhnya perempuan lebih dari dua orang, maka mereka mendapatkan bagian dua pertiga harta yang telah ditinggalkan oleh mayit; dan jika hanya ada seorang anak perempuan saja, maka dia memperoleh bagian separuhnya.[32] PenafsiranAbd al-Rauf dalam konteks ini lebih singkat dibandingkan tafsir al-Jalâlain.al-Jalâlain menafsirkan bahwa Allah memerintahkan kepada kamu tentang urusan (harta pusaka) anak-anakmu, yakni bagi seorang anak laki-laki mendapat bagian yang setara dengan dua orang anak perempuan. Abu Hurairah ini menurutnya, selalu berupaya mendekati Nabi, meskipun menjadi pembantu Nabi dan harus bermusuhan dengan Aisyah.[51]

Diantara hadits yang dikeluarkan oleh Abu Hurairah dan masuk dalam Shahih
DAFTAR PUSTAKA
Full Text
Published version (Free)

Talk to us

Join us for a 30 min session where you can share your feedback and ask us any queries you have

Schedule a call