Abstract

Evangelism and da'wah are two obligations or responsibilities of people, Christians and muslims. I wonder how long these two religions involved in a "cold war" or even a real war, because of arrogant fundamentalist notion. Arrogant because with full consciousness has monopolized the truth, and act like they own the only true God. God has been reduced to their own and considers others deify the wrong god. As a result, the shape of evangelism is not far from the impression of christianization, and the form of da'wah not far from the impression of islamization. Whereas, we find the plural phenomenon in Indonesia. In fact, with the philosophy of Bhinneka Tunggal Ika, Indonesian society should be able to appreciate and preserve otherness in harmony better. But reality says different. Christianization and islamization, plural occurs. Intention to write this article, arose from this concern. How evangelism and da'wah should be done in the context of the plurality of Indonesia, so in the end, You and I become Us.

Highlights

  • Evangelism and da’wah are two obligations or responsibilities of people, Christians and muslims

  • Whereas, we find the plural phenomenon in Indonesia

  • “Konvivenz dan Theologia Misi Interkultural Menurut Theo Sundermeier”, Gema Teologi, Vol 32 No 1, April 2008

Read more

Summary

PROBABILITAS RELASI SOSIAL MASYARAKAT DENGAN PEMAHAMAN AGAMA EKSKLUSIF

Dalam sebuah kelas di Pascasarjana Teologi UKDW, seorang dosen bernama Handi Hadiwitanto pernah bercerita mengenai pengalaman anaknya. Memang dalam lingkungan masyarakat yang seperti itu, perbedaan agama tidaklah melulu membuat perpecahan atau bahkan konflik yang nyata-nyata terjadi. Namun dengan relasi sosial yang terbentuk akibat pemahaman agama eksklusif ini, tidak pula tercipta kehidupan masyarakat yang harmonis dan benar-benar damai. Apabila didialogkan kembali pada kondisi masyarakat dengan pemahaman agama eksklusif tadi, maka dalam kacamata Widjaja kondisi tersebut bukanlah keadaan damai. Dalam pertemuan dengan agama yang lain, Kuster menjelaskan bahwa pertemuan tersebut dapat memicu kekerasan dan peperangan. Sikap eksklusivisme agama sejatinya telah membangun tembok pemisah diri dengan yang lain yang berbeda agama. Memang tidak melulu kekerasan terjadi, meski sejarah juga telah mencatat banyak kekerasan yang terjadi akibat sikap eksklusivisme agama. Sikap terpisah dengan yang lain bukanlah mencirikan kehidupan masyarakat yang damai pula. Bagaimanakah misi penginjilan dan dakwah didekati dengan pendekatan interkultural?

DAKWAH DAN MISI PENGINJILAN DIDEKATI DENGAN PENDEKATAN INTERKULTURAL
DAKWAH ISLAM DAN MISI PENGINJILAN KRISTEN DALAM KONTEKS INDONESIA
DAFTAR PUSTAKA
Full Text
Published version (Free)

Talk to us

Join us for a 30 min session where you can share your feedback and ask us any queries you have

Schedule a call