Abstract

ABSTRACT The word “teteg” comes from the Java language which means dare to deal with all issues both physical and non-physical. Teteg has the same synonym with tatag, tangguh, tanggon, and teguh. The form of this musical work is a reinterpretation of the traditional repertoire into a musical composition with new forms and colors. With the method of developing the traditional source, the composer carries the tradition of pathetan Sanga Ngelik. Pathetan sanga ngelik as the source of the creation of this music will be processed with a “garap” approach. One of the elements of garap mentioned above includes: technique, pattern, rhythm, laya, laras, pathet, and dynamics. Pathetan sanga ngelik will be described into several forms such as, merong form, ladrang, ketawang, lancaran, ayak-syak, srepeg, and palaran. This music also explores various characters which is called "rasagendhing" that consists : rasa sereng, gagah, regu, prenes, sigrak, gumyak, luruh, and gayeng or gecul. In this part, drama and music concepts appear in this work. Some other styles also exist in this work, among others: this work combines Surakarta style (Solo), Yogyakarta style, Nartosabdan style and also style outside the palace (rural) or Sragenan. The idea of this art work will be framed by the concept of "teteg" with meaning contained. Kata kunci: komposisi musik, teteg, reintepretasi tradisi pathetan slendro sanga ngelikÂ

Highlights

  • Starting from an idea to reveal the creativity of the artist who spearheaded the emergence of Karawitan Sragenan, Muhamad Karno Kusumo Darmoko through the process of artistry with the art work

  • Sragenan style started when the karawitan in Sragen began to be displaced by Dangdut music

  • Karno is one of the artists in Sragen who feel anxious about the situation and think about how to keep karawitan alive in Sragen

Read more

Summary

Profil Singkat Karno

Muhamad Karno Kusumo Darmoko atau yang sering dikenal dengan nama M. Setelah lulus Sekolah Rakyat (1955/1956), Karno tidak diperkenankan untuk melanjutkan sekolah dan hanya menjadi anak gembala seperti kebanyakan anak lainnya pada saat itu. Berat dalam arti bukan tugas dari sekolah melainkan suara-suara berupa sindiran yang dia terima serta kurangnya dukungan dari pihak keluarga yang dapat menjatuhkan mental Karno untuk tetap bersekolah seni dan berkiprah di dunia seni. Mendapatkan sindiran bahkan dari keluarga tidak menjadikan Karno putus asa dan hilang semangat untuk bersekolah, namun semakin menjadikan dirinya optimis dan akan membuktikan terhadap keluarga bahwa menjadi seniman juga merupakan pekerjaan yang pantas disejajarkan dengan pekerjaan lainnya. Setelah situasi dan kondisi negara berangsur membaik, malah terjadi benturan jadwal yaitu ASKI yang semula proses kegiatannya dimulai sore hari berubah menjadi pagi sampai sore hari, dengan begitu Karno harus memilih salah satu antara meneruskan belajar di Surakarta atau mengajar di Sragen. Semua dilakukan dengan tanpa rasa malu karena sudah menjadi jalan pilihannya untuk menuntut ilmu setinggi mungkin sebagai bekal mewujudkan cita-citanya

Gaya Sragenan
Pengalaman Berkesenian
Konsep Sragenan Muhamad Karno Kusumo Darmoko
Konsep Garap Musikal
Garap Gecul
Proses Berkarya
Daftar Pustaka
Full Text
Published version (Free)

Talk to us

Join us for a 30 min session where you can share your feedback and ask us any queries you have

Schedule a call