Abstract

Sesuai amanat Undang-undang (UU) dan Peraturan Pemerintah (PP), pendidikan agama merupakan sebuah keharusan di institusi sekolah. Problematikanya, tatkala terdapat siswa yang berasal dari latar belakang tertentu dan menjadi minoritas. Pada titik ini, sekolah seharusnya memberikan pendidikan agama sesuai kepercayaan siswa. Sayangnya, kenyataan di lapangan tidak selalu demikian. Penelitian ini dimaksudkan untuk melihat sejauh mana keterbukaan guru di kalangan akar rumput perihal pendidikan agama bagi kelompok minoritas. Sasaran dari penelitian ini adalah dua Sekolah Dasar (SD) Negeri di Desa Sedayugunung, Kecamatan Besuki, Kabupaten Tulungagung. Terdapat sembilan guru dari kedua SD tersebut yang bersedia melakukan wawancara terkait topik ini. Jenis penelitian ini merupakan kualitatif-deskriptif yang berjangkar pada data lapangan. Oleh karena itu, penelitian ini dikategorikan sebagai penelitian lapangan (field research). Untuk menganalisis temuan hasil wawancara digunakan dua teori. Pertama, teori kontak (contact theory) yang diinisiasi oleh Gordon Allport. Kedua, teori tipologi tripolar (threefold typology) yang diprakarsai Alan Race. Temuan di lapangan memperlihatkan keterbukaan para guru terhadap komunitas religius lain. Secara spesifik sikap terbuka guru untuk menyelenggarakan pendidikan agama sesuai kepercayaan masing-masing siswa. Sikap para guru ini dikategorikan dalam tipologi inklusif terkait pandangan terhadap kelompok agama. Sikap ini dipicu oleh dua hal yang saling terkait, yakni eksistensi dunia digital dan interaksi dengan penganut agama lain. Akhirnya, konklusi penelitian ini sesuai dengan diktum besar teori kontak bahwa pertemuan dengan penganut agama lain dapat mereduksi prasangka.

Full Text
Published version (Free)

Talk to us

Join us for a 30 min session where you can share your feedback and ask us any queries you have

Schedule a call