Abstract

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh politik hukum kolonial Belanda terhadap Pengadilan Agama. Pada dasarnya, Pengadilan Agama telah ada sejak kedatangan Islam di Nusantara ini. Namun, ketika Belanda menjajah Indonesia, Pengadilan Agama mulai dipengaruhi oleh politik kolonial Belanda yang mengakibatkan: peresmian Pengadilan Sipil, pembagian yurisdiksi lembaga Pengadilan Agama menjadi tiga wilayah, yaitu, di luar Jawa-Madura dan beberapa bagian dari Kal-sel dan Kal-tim. Pengadilan Agama di wilayah ini yang berbeda dalam hal nama, struktur, dan yurisdiksi, sehingga mereka tidak seragam di seluruh Indonesia. Selain itu, mereka juga memiliki hukum acara mereka sendiri. Hal ini telah berakhir setelah berlakunya Undang-Undang No. 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama. Beberapa kasus seperti kasus warisan masih di bawah yurisdiksi Pengadilan Sipil. Namun, setelah Undang-Undang No. 7 Tahun 1989 yang telah diubah dengan Undang-Undang No. 3 Tahun 2006, kasus tersebut kini benar-benar di bawah yurisdiksi Pengadilan Agama. dan beberapa bagian dari Kal-sel dan Kal-tim. Pengadilan Agama di wilayah ini yang berbeda dalam hal nama, struktur, dan yurisdiksi, sehingga mereka tidak seragam di seluruh Indonesia. Selain itu, mereka juga memiliki hukum acara mereka sendiri. Hal ini telah berakhir setelah berlakunya Undang-Undang No. 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama. Beberapa kasus seperti kasus warisan masih di bawah yurisdiksi Pengadilan Sipil. Namun, setelah Undang-Undang No. 7 Tahun 1989 yang telah diubah dengan Undang-Undang No. 3 Tahun 2006, kasus tersebut kini benar-benar di bawah yurisdiksi Pengadilan Agama.

Full Text
Published version (Free)

Talk to us

Join us for a 30 min session where you can share your feedback and ask us any queries you have

Schedule a call