Abstract

Artikel ini merupakan hasil kerja lapangan yang dilakukan di sejumlah pesantren di wilayah Medan. Tujuan utamanya adalah untuk rumusan awal masalah, yakni untuk mengeksplorasi proses pendidikan antar budaya dan menemukan mekanisme harmonisasi di sekolah. Yang kedua dibahas tentang berbagai kebijakan yang telah diterapkan untuk menciptakan iklim yang mendorong praktik harmonisasi. Proses harmonisasi ini sangat penting untuk mengembangkan iklim sekolah dan lingkungan belajar yang toleran, damai, dan saling menghargai. Ide kedua yang ingin ditelaah oleh penulis dalam esai ini adalah rencana sekolah dalam mengimplementasikan pendidikan multikultural dengan menggunakan modal sosialnya sendiri. Data yang diperoleh dengan menggunakan metode kualitatif dan metodologi studi kasus menunjukkan bahwa sekolah memiliki kewajiban dan harapan berupa visi dan misi yang dapat meningkatkan persatuan menuju sekolah multikultural. Para peneliti sampai pada kesimpulan bahwa sekolah lebih dari sekadar tempat transfer informasi antara guru dan murid di bawah arahan kurikulum. Sekolah juga tempat di masyarakat. Pendidikan sehari-hari termasuk pendidikan antar budaya. Modal sosial yang digunakan adalah modal sosial yang dikemukakan oleh James Coleman, yang dimiliki oleh masing-masing komunitas. Di sini, kita melihat bahwa untuk melestarikan komunitasnya, warga sekolah perlu memiliki sumber daya. Dalam hal ini, keharmonisan dalam interaksi sosial sekolah

Full Text
Published version (Free)

Talk to us

Join us for a 30 min session where you can share your feedback and ask us any queries you have

Schedule a call