Abstract

Hikayat Raja Pasai dianggap sebagai salah satu naskah tertua yang menceritakan mengenai proses Islamisasi di kawasan Melayu-Indonesia. Sebagaimana historiografi tradisional lainnya, hikayat ini oleh para sarjana Barat seringkali dianggap sebagai cerita yang penuh mitos dan sangat subyektif sehingga kredibiltasnya dinilai berkurang, bahkan dianggap sebagai cerita fantasi semata. Anggapan ini ditolak oleh Syed M. Naquib Al-Attas, menurutnya hasil interpretasi para sarjana Barat itu karena adanya bias pandangan hidup mereka sehingga membangun metodologi penelitian sejarah yang sekular. Akibatnya mereka menganggap hasil karya sejarah tradisional seperti Hikayat Raja Pasai hanya sebatas sebuah karya sastra. Karena itulah Al-Attas kemudian mencoba melakukan pembacaan ulang terhadap Hikayat Raja Pasai yang merupakan karya historiografi tertua yang menjelaskan proses Islamisasi di Kepulauan Melayu-Indonesia. Di antara hasil intepretasinya terhadap hikayat ini adalah bahwa nama Samudra berasal dari kata semutraya, proses Islamisasi yang disebut dalam hikayat telah berlangsung sejak abad ke-9 atau 10 M dan dibawa oleh orang Arab Quraisy dari Mengiri, Merah Silu adalah tokoh fiksi, dan Malik as-Saleh bukanlah raja Muslim pertama dari Samudra Pasai.

Full Text
Published version (Free)

Talk to us

Join us for a 30 min session where you can share your feedback and ask us any queries you have

Schedule a call