Abstract

Hijab or jilbab no longer hold to cover the aurat only, but also demanded an interesting aspect, beautiful and unique. Jilbab is no longer considered an ancient dress, but a fashion-able outfit. Muslimah who carries jilbab fashion was gathering and organizing in one community. One such community is the hijabie Community. As a community that must contest in the fashion market event, hijabie must have a unique 'style' from other communities. The uniqueness that emerged for example, Hijab style on which wearing a cowboy hat, not a helmet; or, Hijab style with Indian decoration; or, the style of hijab with the roof of a European house, etc. From this background, the authors will analyze the style of this community hijÄb hijabie using Pierre Bourdie's theory of taste. In the end, the results of this study are: 1. The mention of the name hijabie is built on the prestigious contained in the word hijab (Distinction) 2. Like hijabie, it can be called a domain because it is in the battle for domination between agencies. 3. Like members of the hijabie habitus in using hijab, they adhere to the Shafi'i school. This opinion is an opinion that is considered true because it becomes a general consciousness (doxa) 4. The capital that is in the realm of hijabie is symbolic capital owned by Atika, Economic Capital owned by Atika and Cultural Capital owned by Pipit, et al. People who have this capital are called agencies

Highlights

  • Ḥijab atau jilbab tidak lagi dikenakan guna menutup aurat semata, tapi juga dituntut mempertimbangkan aspek menarik, cantik dan unik

  • Like members of the Ḥijabie habitus in using Ḥijab, they adhere to the Shafi’i school. This opinion is an opinion that is considered true because it becomes a general consciousness 4

  • The capital that is in the realm of Hijabie is symbolic capital owned by Atika, Economic Capital owned by Atika and Cultural Capital owned by Pipit, et al People who have this capital are called agencies

Read more

Summary

Gaya Berḥijāb Hijabie Community

Jilbab atau hijab yang berkonotasi sebagai busana muslimah yang kaku dan kolot bahkan dianggap tidak bisa mengikuti perkembangan zaman, sekarang berubah menjadi sebuah gaya berpenampilan yang kekinian, berkelas, glamor dan futuristic. Terkait dengan analisis terhadap habitus Hijabie, dalam hal ini peneliti akan melihat ‘background’ berfikir yang dimiliki oleh komunitas ini. Pada nantinya kita akan melihat, bahwa selera bukanlah suatu yang serta merta ada, namun suatu yang terstukturkan oleh hiruk pikuk pertarungan simbolik antar agensi dalam sebuah arena. Bagi Ema, antara satu dengan yang lainnya tidak bisa melihat, sedangkan dalam hal ini, pihak perempuan bisa melihat pihak laki-laki dan laki-laki terhalang untuk melihat bagian tertentu bagi wanita. Pilihan ‘selera’ kata, dalam hal ini antara kata kerudung, hijab dan jilbab, ditentukan bukan berdasar makna harfiahnya, tapi untuk kepentingan kelas. Kalau kita mendekati kata kerudung, hijāb dan jilbab dengan pendekatan leksikologi, maka yang akan kita temui adalah kesamaan antara ketiganya. Ditha Ainur Rizka, “Jilbab Dalam Tata Busana Kontemporer: Studi Komparasi Pemikiran Al Usaimin Dan M Quraish Shihab”,Skripsi Fakultas Syariah UIN Sunan Kalijaga, 2010. Ike Puspita, “Perspektif Jilbaber Terhadap Trend Jilbab Di Kalangan Mahasiswa UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta” Skripsi Fakultas Ushuluddin, Studi Agama, dan Pemikiran Islam, 2013

HIJABIE SEBAGAI RANAH
HABITUS KOMUNITAS HIJABIE
CATATAN SOSIOLOGIS
Full Text
Published version (Free)

Talk to us

Join us for a 30 min session where you can share your feedback and ask us any queries you have

Schedule a call