Abstract

Indikator sebuah negara demokrasi selalu diawali dengan adanya pemilihan umum, baik dilevel nasional maupun lokal. Pelaksaan Pilkada serentak tahun 2015 dan Pemilu tahun 2019 mengindikasi bahwa Indonesia sudah menjadi negara yang bergerak menuju negara dengan demokrasi yang matang. Sejauh ini tidak ditemukan konflik yang mengakar diaras public walaupun perhelatan dua event demokrasi besar tersebit menyisakan beragam evaluasi dimulai dari kritik terhadap sistem pemilu yang terlalu rumit, penyelenggara yang belum sempurna mengejahwantahkan peraturan pemilu di lapangan, kekurangan logistik pemilu dan berbagai pelanggaran pemilu yang ditemukan. Tulisan ini mencoba memberikan catatan terhadap kedua event politik tersebut. Catatan yang paling utama bagi Pilkada serentak adalah potensi kecurangan ternyata bukan terletak pada biaya kampanye formal yang pada Pilkada 2015 ditanggung oleh ‘penyelenggara’, dalam konteks ini penyelenggara harus mampu menemukan formulasi teknis yang dapat mengurangi sebaran politik uang dan hal itu akan lebih bermanfaat bagi kualitas pemimpin yang terpilih. Sedangkan bagi Pemilu 2019, saya melihat justru persoalan distribusi logistic, pendataan pemilih dan sistem pemilu proporsional terbuka menjadi hal utama yang harus menjadi catatan dalam evaluasi Pemilu 2019.

Full Text
Published version (Free)

Talk to us

Join us for a 30 min session where you can share your feedback and ask us any queries you have

Schedule a call