Abstract

Meskipun Quraish Shihab dalam praktik penafsirannya tidak menyebutkan istilah hermeneutik, tetapi jika diperhatikan dalam praktik penafsirannya Quraish Shihab sudah mempraktikkan bagaimana sebenarnya langkah kerja hermeneutik itu sendiri. Nuansa hermeneutik yang sangat mnonjol dalam penafsirannya adalah pertama, pemaparan konteks makro, dalam konteks ini adalah pemaparan sejarah perempuan sebelum turunnya al-Qur’an, kedua, pemaparan terkait korelasi (munasabah) ayat satu dengan yang lainnya dan ketiga pemaparan terkait pendapat para salafus shalih (para pendahulu) yang memang mempunyai kapasitas dalam ranah kajian tafsir, keempat, upaya kontekstualisasi dan reaktualisasi ayat dengan konteks kekinian. Menggunakan aspek hermeneutik tersebut, pada akhirnya Quraish Shihab menegaskan bahwa al-Qur’an sebagai kitab pedoman telah mendudukkan dan menempatkan perempuan pada tempat yang sewajarnya, perbedaan kelamin tidak menjadi perbedaan kedudukan ataupun kemuliaan. Tidak ada istilah kaum perempuan didominasi oleh kaum laki-laki, kedua-duanya baik laki-laki dan perempuan tetap serta di hadapan Allah. Yang menjadi perbedaan antara keduanya adalah kualitas ketakwaannya.
 Kata Kunci : Elemen, Hermeneutika, Penafsiran, Quraish Shihab

Highlights

  • The Quraish Shihab in its interpretation practice does not mention the term hermeneutic, but if it is observed in the interpretation practice, the Quraish Shihab has practiced how the hermeneutic work steps itself

  • The hermeneutic nuance that is very prominent in its interpretation is first, exposure to the macro context, in this context is the presentation of the history of women before the descent of the Koran, secondly, the exposure related to correlation verse one with the other and the third exposure related to the opinions of salafus shalih who have the capacity in the realm of study of interpretation, fourth, the contextualization and re-actualization efforts of the verse with the present context

  • In the end the Quraish Shihab asserted that the Qur'an as a guide has placed and placed women in their proper place, sex differences do not become differences in position or glory

Read more

Summary

Tawaran Pemikiran Dan Metode Tafsir Quraish Shihab

Dalam menafsirkan al-Qur’an, Quraish Shihab menggunakan tiga metode. Pertama, metode tahlili yakni metode penafsiran dengan cara menguraikan makna kandungan Alquran secara mendalam dan diikuti analisi serta sesuai tartib ayat. Tafsir al-ijmali adalah penafsiran al-Qur’an dengan cara memaparkan isi dan kandungan al-Qur’an secara umum, atau tidak rinci, serta menggunakan gaya penjelasan yang singkat.[10] Metode ini Qurais Shihab gunakan dalam Tafsir Al-. Sehingga al-Qur’an tidak terkesan meloncat-loncat dari satu bahasan ke bahasan lainnya.[22] Itulah salah satu aspek atau bagian dari hermeneutik yang dipakai oleh Quraish Shihab untuk memperkuat dan memperjelas analisis penafsirannya.[23] Dalam konteks tema perempuan ini, Quraish Shihab mencoba melihat bagaimana munasabah antar ayat tentang perempuan. 27 homepage journal: https://journal.staidk.ac.id/index.php/irfani ayat al-Qur’an yang dapat mengantarkan kita untuk menyatakan bahwa perempuan diciptakan dari tulang rusuk atau vahwa unsur penciptaannya berbeda dengan laki-laki. Maka antara lelaki dan perempuan tidak ada perbedaan mereka dari segi asal kejadian serta kemanusiaannya.[25]

Mengutip pendapat Para Pendahulu
Kontekstualisasi dan Reaktualisasi Ayat dengan Konteks Kekinian
Daftar Pustaka
Full Text
Published version (Free)

Talk to us

Join us for a 30 min session where you can share your feedback and ask us any queries you have

Schedule a call