Abstract

A popular phrase we hear when someone said or did something wrong is “he/she succumbed to logical mind”. This paradoxical statement has become a big wall that people would go to hide and escape from giving defensible justifications for claims made especially claims on religious beliefs and the unseen existences. This pose a huge problem for those who use logical thinking to evaluate the truth value of any proposition as if logical thinking would result in wrong judgment on truth and ethical proposition. What is more, some hold the belief that the Qur’ān shuns logic and thus Muslims are prohibited from applying logical thinking to determine truth from falsehood. This study explored young Muslims’ understanding of the concept of logic to get some insight on this phenomenon, so that informed decisions and planning could be made to arrest this confusion. Moreover, an assessment of young Muslims’ understandings is very important to ensure that they are in line with Qur’ānic teachings. Qualitative analysis was used to analyse data collected from 10 participants using semi-structured interviews. Since face to face interaction was not possible because of the current pandemic, interviews were done using Zoom, Google Meet and WhatsApp. The emergent themes that could be extracted from the participants’ responses were confusion on the understanding of ʿaql and the relationship between the spiritual brain and heart; logical mind as means to solve problems of non-religious issues; and the negative consequences of logical thinking (among others, that it could lead to unbelief). However, a minority of the respondents viewed logical thinking as necessary to understand revelation. This study also found that the young Muslims were weak in logical thinking.
 Abstrak
 Ungkapan popular yang sering diterima orang tanpa berfikir ketika seseorang mengatakan atau melakukan sesuatu yang salah adalah "dia tunduk pada akal logik". Pernyataan paradoks ini telah menjadi tembok besar yang orang bersembunyi di sebaliknya untuk melepaskan diri dari memberikan justifikasi kukuh bagi tuntutan yang dibuat terutamanya tuntutan terhadap kepercayaan agama dan kewujudan yang tidak dapat dilihat. Ini menimbulkan masalah besar bagi mereka yang menggunakan pemikiran logik untuk memeriksa nilai kebenaran dari setiap proposisi seolah-olah pemikiran logik akan menghasilkan penilaian yang salah terhadap kebenaran dan proposisi etika. Lebih-lebih lagi, ada yang berpendapat bahawa al-Qur’ān menjauhi logik dan oleh itu umat Islam dilarang menerapkan pemikiran logik untuk menentukan kebenaran dari kepalsuan. Kajian ini meneroka pemahaman remaja Islam mengenai konsep logik untuk mendapatkan gambaran mengenai fenomena ini sehingga keputusan dan perancangan yang tepat dapat dibuat untuk mengatasi kekeliruan ini. Lebih dari itu, penilaian terhadap pemahaman pemuda Muslim sangat penting untuk memastikan pemahaman mereka sesuai dengan ajaran al-Qur’ān. Analisis kualitatif digunakan untuk menganalisis data yang dikumpulkan dari 10 peserta menggunakan temu bual separa berstruktur. Oleh kerana interaksi bersemuka tidak dapat dilakukan kerana wabak sekarang, wawancara dilakukan menggunakan Zoom, Google Meet dan WhatsApp. Tema-tema yang muncul yang dapat diambil dari tanggapan para peserta adalah kekeliruan terhadap pemahaman ʿaql dan hubungan antara otak dan hati rohani; akal logik sebagai kaedah untuk menyelesaikan masalah bukan agama; dan akibat negatif dari pemikiran logik antara lain boleh menyebabkan kekufuran. Walau bagaimanapun, sebilangan kecil responden menganggap pemikiran logik perlu untuk memahami wahyu. Kajian ini juga mendapati bahawa remaja Islam lemah dalam pemikiran logik.

Talk to us

Join us for a 30 min session where you can share your feedback and ask us any queries you have

Schedule a call

Disclaimer: All third-party content on this website/platform is and will remain the property of their respective owners and is provided on "as is" basis without any warranties, express or implied. Use of third-party content does not indicate any affiliation, sponsorship with or endorsement by them. Any references to third-party content is to identify the corresponding services and shall be considered fair use under The CopyrightLaw.